Jakarta (ANTARA News) - Forum Komunikasi Lintas Parpol Peserta Pemilu 2009 menilai benturan kewenangan yudisial antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hak uji materi suatu undang-undang telah menimbulkan komplikasi hukum yang berpotensi memunculkan krisis ketatanegaraan.
Prediksi itu secara khusus dikemukakan oleh sejumlah caleg yang tergabung dalam forum itu, seperti Hakim Sorimuda Pohan (PAN), Indra Piliang (Partai Golkar) dan M Syukri (Partai Demokrat), dalam diskusi bertema "Dualisme Kekuasaan Yudisial di Indonesia: Reformasi Rechtstaat (Negara Hukum) atau Rechterstaat (Negara Hakim)" di DPR Jakarta, Rabu.
Hakim Sorimuda menilai, dualisme kekuasaan yudisial telah menempatkan KPU dalam posisi dilematis untuk tidak melanggar perintah pengadilan, sebagaimana termuat dalam Putusan MA tanggal 18 Juni 2009, sekaligus harus memenuhi tafsir pengadilan atas Pasal 204 ayat (5) UU No 10/2008 tentang Pemilu.
"Kami melihat bahwa KPU tidak hanya sedang menghadapi ketidakpastian hukum menyangkut calon anggota DPR terpilih periode 2009-2014, tetapi lebih dari itu juga menghadapi konflik hukum," ujarnya.
Konflik hukum itu berpotensi memunculkan krisis ketatanegaraan, berupa benturan kewenangan yudisial antara MA dan MK dalam melakukan materil terhadap undang-undang yang ada.
Yang lebih parah adalah hilangnya kewenangan hak uji materi yang dimiliki MA dimana kewenangan itu selalu bisa dianulir oleh MK. Keadaan ini menjadi preseden buruk di kemudian hari.
Forum yang beranggotakan 115 caleg terpilih Pemilu 2009 itu mempertanyakan apakah dalam memutus suatu permohonan uji materi undang-undang, MK bebas mandiri memberikan putusannya yang bertentangan dengan substansi putusan uji materi yang telah diputuskan MA.
"Lalu tafsir pengadilan manakah yang berlaku jika MK memberikan tafsir atas suatu pasal UU terhadap UUD berbeda dengan tafsir MA dalam menguji suatu peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang?" ujar Hakim setengah bertanya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009