Jakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi digital mengubah kebiasaan banyak orang dalam berbagai hal, salah satunya untuk urusan menikmati musik yang semakin mudah.
Adanya perubahan tren musik ke arah digital dalam beberapa tahun belakangan ini diakui oleh Badai mantan personel band Kerispatih, memberikan dampak signifikan terhadap para musisi atau pencipta lagu terutama terkait royalti.
"Sebenarnya dengan adanya industri digital kalau dikelola dengan benar pastinya menguntungkan karena sekarang kan eranya sudah beralih ke sana semua dari analog kemudian masuk ke dunia digital," kata Badai saat dikonfirmasi ANTARA, Selasa.
Sebagai musisi dan pencipta lagu, Badai dikenal banyak menghasilkan berbagai hits populer saat bersama Kerispatih ataupun karya-karya yang dibawakan oleh penyanyi lain.
Baca juga: Ferdy Tahier dan Didi Riyadi sambut positif tren musik digital
Baca juga: Slank: Tren musik digital jangan dilawan!
"Nah yang jadi pertanyaan adalah elemen yang mengelola itu dalam arti Lembaga Manajemen Kolektifnya, kemudian dari usernya, lalu dari publisher itu bisa mengelola dengan baik atau tidak karena memang pendapatannya besar sekali," lanjut pemilik nama asli Doadibadai Hollo itu.
Terlebih Badai mengatakan industri musik digital Indonesia termasuk yang mengalami pertumbuhan pesat di Asia Tenggara dengan pendapatan yang tinggi pula sehingga perlu dikelola dengan baik agar musisi atau pencipta lagu benar-benar mendapatkan haknya.
Meski demikian, dia juga menyoroti masalah perlindungan dan apresiasi terhadap karya yang masih sangat lemah di tengah kemudahan dan potensi besar dari bisnis layanan musik digital.
"Saya sebagai musisi bersyukur dengan adanya digital platform karena saya juga merasakan royalti juga cuma permasalahannya perlindungannya yang masih sangat lemah," ujarnya.
Badai menyoroti masih banyaknya karya musik yang dibawakan ulang tanpa izin dari pencipta lagu aslinya atau dari pemegang hak cipta yang beredar di layanan musik digital.
"Banyak sekali pengguna kreatif terutama musisi yang kita sebut saja artis cover itu dia membawakan materi atau karya lagu yang sudah hits namun izinnya tidak diurus. Kemudian performing rights untuk dibawakan di panggung dan dibawakan ulang itu tidak diurus dengan baik," terangnya.
Baca juga: Musik rock pada era digital
Baca juga: Mereka hidup segan mati tak sudi pada era digital
Padahal sebagai pencipta lagu, menurut Badai, berhak mendapatkan hak moral pencipta dan hak ekonomi atas karya yang dihasilkan dan dibawakan ulang oleh penyanyi lain.
"Nah media baik itu digital platform, tv, radio, atau sekelas Instagram mereka enggak bisa menjelaskan hak moral pencipta. Bahkan penggunanya sendiri kadang enggak mau menuliskan itu. Miris kan," tegasnya.
Tak hanya itu, Badai juga menyoroti mengenai masih banyaknya layanan musik digital yang tidak menyertakan nama pencipta lagu di layanan musik mereka.
Menurut dia hal itu menjadi salah satu penyebab pendengar musik saat ini kurang menghargai jerih payah para pencipta lagu dalam menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati.
"Mereka tidak pernah me-mention komposer. Mungkin Apple Music udah kali ya, tapi kalau Spotify dan Joox belum ada. That's why anak-anak sekarang nggak paham mengenai penghargaan hak moral karena digital platform ini enggak menyediakan fasilitas itu," kata Badai.
Badai pun berharap ke depannya para penyedia layanan musik digital juga dapat memberikan dukungan kepada musisi dan pencipta lagu dengan mencantumkan nama mereka.
"Harusnya di deskripsi lagu itu ditulis ya karena itu kan hak moral diatur dalam undang-undang. Jadi lagu itu satu karya cipta. Musisi atau pencipta itu punya dua hak, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Nah kalau hak ekonomi kan duit, kalau hak moral penulisan nama pencipta dengan benar," imbuhnya.
Baca juga: Indonesia dorong pembahasan musik digital dalam forum PBB
Baca juga: Single baru OM PMR meluncur di platform musik digital
Baca juga: Tompi desak pemerintah perhatikan musik digital
Pewarta: Yogi Rachman
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020