Jakarta (ANTARA News) - Para ulama Nahdlatul Ulama (NU) belum satu kata atau belum memiliki kesamaan pendapat menyangkut keberadaan bank syariah, setidaknya demikian yang mengemuka dalam Halaqah Pra-Muktamar ke-32 NU Komisi Maudlu`iyah Waqi`iyah.
Pertemuan itu diikuti utusan pengurus wilayah NU se-Indonesia serta pengurus lembaga, lajnah, dan badan otonom NU, di Jakarta, Selasa.
Wakil Ketua Lembaga Takmirul Masajid Indonesia (LTMI) NU Mukhlas Syarkun menilai, dalam beberapa kasus, bank syariah ternyata tak ada bedanya dengan bank konvensional. Bahkan, ia menyebut ada pelanggaran syariah dalam praktiknya.
Mukhlas mengatakan, bank syariah memang tidak mengenal bunga, namun dalam praktik pemberian kredit, misalnya, diberlakukan sistem agunan. Sementara, tidak semua orang, terutama kaum miskin, yang dapat memberikan agunan untuk mendapatkan kredit.
"Di sinilah bank syariah bisa disebut tidak syar`i karena hanya orang-orang yang dapat memberikan agunan yang dapat menerima kredit. Sedangkan orang yang sangat miskin, tidak punya apa-apa, tidak bisa memberikan agunan, tidak bisa menerima kredit," katanya.
Mukhlas justru lebih sependapat dengan konsep Grameen Bank di Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro yaitu memberi pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum.
Lembaga keuangan yang digagas Muhammad Yunus itu berbeda dengan bank konvensional karena tidak menggunakan sistem agunan.
Untuk menjamin pembayaran utang, Grameen Bank menggunakan sistem "kelompok solidaritas". Kelompok-kelompok itu mengajukan permohonan pinjaman bersama-sama, dan setiap anggotanya berfungsi sebagai penjamin anggota lainnya, sehingga mereka dapat berkembang bersama-sama.
"Konsep bank seperti ini, menurut saya, lebih syar`i daripada bank syariah sendiri, karena dapat mengangkat perekonomian masyarakat miskin yang paling miskin sekalipun," kata Mukhlas.
Pendapat berbeda dikemukakan Ketua Komisi Maudlu`iyah Waqi`iyah KH Masyhuri Naim. Menurut dia, secara umum bank syariah tidak bertentangan dengan syariat Islam. Salah satu alasannya adalah ketiadaan bunga bank yang memang diharamkan dalam Islam.
"Hanya saja dalam praktiknya memang tidak sepenuhnya baik seperti dalam teorinya sendiri. Tapi itu wajar saja. Kita bukan tidak setuju dengan bank syariah. Kita hanya mengkritik kelemahan-kelemahan yang ada dalam praktik bank syariah itu sendiri," kata rais syuriah PBNU itu.
Menurut Masyhuri, beragam persoalan seputar perekonomian dan perbankan syariah yang mengemuka dalam halaqah tersebut akan dibahas dan dikaji lebih mendalam pada Muktamar di Makassar, Sulawesi Selatan, Januari 2010. (*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009