Jakarta, (ANTARA News) - Sama-sama menyandang predikat sebagai "yang fenomenal", Harry Redknapp menumbangkan satu-satunya klub "Big Four" di pekan pertama musim kompetisi Liga Primer, sementara Harry Potter menyandera imajinasi publik sejagat dengan berbagai aksi petualangan sarat nuansa kemanusiaan.
Keduanya mengamini pakem bahwa aneka krisis muncul karena rontoknya nilai manusia sebagai manusia.
Di bawah arsitek Redknapp, Tottenham Hotspurs membungkam optimisme punggawa "The Reds" dengan angka 2-1 di White Hart Lane pada Minggu (16/8). Di bawah asuhan pengarang perempuan JK Rowling, sosok murid serba cendekia dari Sekolah Sihir Hogwarts Harry Potter memanjakan indera mata dunia dan indera hati dunia dengan menuturkan gemilang berbagai hewan sihir.
Keduanya memadukan "tone" berbahasa Latin "Draco dormiens nunquam titillandus" (Jangan mengusik naga yang sedang tidur).
Potter bertemu dengan hewan Centaurus dan Troll. Centaurus berbeda dengan manusia. Mereka hidup di alam bebas, menolak berpakaian, lebih suka memisahkan diri dari para penyihir.
Sementara Troll berpenampilan mirip manusia, berjalan tegak dan mampu mempelajari beberapa kata sederhana meski meski kurang pandai dibanding Unicorn yang paling bodoh sekali pun. Potter mengintroduksi kredo bahwa pemahaman yang setengah-setengah kerapkali berbahaya daripada ketidaktahuan.
Di bawah guyuran langgam permainan Liverpool yang kurang apik tertata, Redknapp merevolusi kredo Potter. Manajer "Spurs" yang bernama lengkap Henry James "Harry" Redknapp itu mengambil langkah anti-tesis. Ia tidak membangunkan naga Liverpool.
Dengan berbekal segudang pengalaman, Harry tidak memberi ruang gerak kepada kepada duet maut Gerrard dan Fernando Torres asuhan bos Reds, Rafael Benitez.
"Kami bekerja keras dalam latihan untuk menjadi tim yang menekan karena jika Anda bertahan lawan tim seperti Liverpool, mereka akan bermain bola di belakang, memberikannya kepada Javier Mascherano, dan naik ke Steven Gerrard atau Fernando Torres," kata pelatih yang sudah pernah menangani enam klub tersebut.
Ketika Gerrard sedang tidak benar-benar fit, Spurs memeragakan umpan-umpan pendek dan melakukan invasi ke jantung pertahanan Liverpool. Harry mendemonstrasikan Asas Kontradiksi (principium contradictionis), artinya tidak ada sesuatu yang sekaligus memiliki dan tidak memiliki sesuatu. Tidak mungkin A sama dengan B dan sekaligus A tidak sama dengan B. Prinsip ini lahir dari pengalaman pribadi Harry.
Menyusul pemecatan Juande Ramos dari skuad Lilywhites, sejak 26 Oktober 2008, manajemen Tottenham membayar lima juta poundsterling sebagai biaya kompensasi kepindahan Harry dari Portsmouth. Gertakan Harry bertuah semi-fantastis dengan bersegera mendatangkan sejumlah pemain anyar untuk memberi suntikan segar kepada daya juang anak buahnya.
Sebut saja, Jermain Defoe dikontrak senilai 15,75 juta poundsterling, gelandang asal Honduras Wilson Palacios (Wigan Athletic) dibayar 12 juta pound, kiper Carlo Cudicini direlakan Chelsea dengan transfer gratis, mantan serdadu Spurs Pascal Chimbonda dikerling dari Sunderland senilai tiga juta pound. Dalam kamus Harry, jangan setengah-setengah menggarap segala sesuatunya.
Kalau Potter mengandalkan mantra ilusi ketika meniti buih pengalaman di sekolah sihir Hogwarts, maka Redknapp memunculkan jampi-jampi memori masa lalu ketika meladeni seterunya Liverpool.
Keduanya menyandang nama depan Harry. Keduanya sama-sama mempraktekkan apa yang disebut oleh filsuf Jurgen Habermas sebagai "epistemologi sosial", sebuah model pemahaman yang tidak melulu mengandalkan pengetahuan mengenai struktur masyarakat, tetapi membatinkan proses dinamika seluruh pelakunya. Caranya, menjalin wacana dialogis.
Dalam cahaya pemikiran filsuf Jerman itu, Redknapp dan Potter memperlakukan sesama manusia sebagai sesama manusia, bukan sebagai sekrup organisasi. Manusia tetaplah manusia, bukan manusia setengah hewan, atau bukan hewan setengah manusia atau Unicorn.
Redknapp dan Potter membunyikan lonceng kematian bagi mereka yang menggemari doa-doa di katedral anti-dialog. Ciri kemanusiaan utuh yakni dialog, bukan monolog.
Ketika Redknapp bermonolog dengan diri sendiri, ia bersua dengan berbagai tuduhan kasus korupsi. Pada 19 September 2006, Harry tertangkap kamera BBC sedang bertransaksi pemain secara illegal. Ujung-ujungnya, ia menolak bahwa dirinya telah menjalin pembicaraan sembunyi-sembunyi dengan pemain Blackburn Rovers Andy Todd.
Pada 28 November 2007, laman BBC News melambungkan warta bahwa Kepolisian Kota London telah menangkap Harry bersama dengan Direktur Portsmouth Peter Storrie, mantan petinggi Portsmouth Milan Mandaric, agen Willie McKay dan pemain Amdy Faye. Tuduhannya, mereka melakukan korupsi di laga sepak bola. Tongkat sihir nasib terayun dan Harry pun terbebas dari tuduhan anti-kemanusiaan.
Harry menuai kemujaraban. Satu pekan sebelum laga melawan Liverpool, Redknapp memuji defender Sebastien Bassong. "Saya sangat suka dengan dia. Ia masih muda dan punya masa depan cerah," katanya.
Sebelum ke Spurs, Bassong (23 tahun) bergabung bersama Newcastle dari klub Prancis Metz pada Juli 2008. "Saya senantiasa berkata bahwa saya ingin bermain di Liga Primer," katanya merespons kepercayaan Harry.
Dan ia menyumbangkan satu gol bagi Spurs ketika melawan Liverpool. Artikulasinya, ketika seseorang "dimanusiakan", maka bayarannya kontan yakni pemuliaan bagi nilai kemanusiaan, bukan nilai kehancuran atau kebencian.
Ketika berbicara mengenai dua Harry, maka publik tercerahkan oleh nilai dialog antar-manusia bahwa individu bukan semata obyek atau paku yang siap "dipukulkan' di papan kehidupan.
Setiap manusia punya kemampuan akal budi, kesadaran akan nilai dan keandalan berimajinasi seluas samudera. "Rule of law" dari laga bola kehidupan yakni dialog kemanusiaan yang beradab.(*)
Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009