Badung (ANTARA) - Pelaku pariwisata yang tergabung dalam "Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA)" Bali menginginkan di Pulau Dewata agar dibangun ekosistem "New Normal" yang terintegrasi, ketika nantinya Bali benar-benar dibuka untuk kunjungan wisatawan di tengah kondisi pandemi COVID-19.
"Di Bali harus dibangun ekosistem New Normal yang tidak bisa parsial dan kami mendorong untuk terwujudnya itu," kata Wakil Ketua IHGMA Bali Ketut Swabawa, di Kuta, Kabupaten Badung, Senin.
Swabawa mencontohkan, jangan sampai di hotel sudah dibangun standar yang bagus sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19, tetapi standar yang berbeda justru diberlakukan untuk sisi transportasi maupun penyediaan bahan makanan yang disuplai untuk hotel.
Demikian juga ketika di satu hotel misalnya sudah menerapkan standar yang sangat bagus sehingga otomatis membutuhkan biaya yang tinggi dan harga kamar hotelnya juga menjadi lebih mahal.
"Tetapi di sisi lain, ada hotel yang nakal, tidak menerapkan standar itu, sehingga biaya produksinya rendah, harga jualnya rendah dan lebih mudah mendapatkan tamu. Namun, ketika tamunya sakit. Ini 'kan yang tercoreng nama Bali juga," ucapnya.
Swabawa mengingatkan juga bahwa Bali sebagai kepulauan, bukan industri pariwisatanya saja, bukan bandaranya saja sebagai pintu gerbangnya dalam bersiap menghadapi New Normal.
"Namun, bagaimana pemerintah membangun sistem yang terintegrasi dengan industri dan masyarakat juga. Masyarakat itu patokannya desa adat. Desa adat pun punya aturan "perarem" sendiri, misalnya ada desa yang melarang pengusahanya menerima tamu dari luar," ujarnya.
Pertanyaannya, lanjut dia, apakah ketentuan adat seperti itu masih berlaku ketika pemerintah sudah menerapkan aturan bahwa yang datang ke Bali harus sudah mengantongi hasil negatif dari uji swab.
"Orang yang sudah sehat, masak tidak boleh menginap di hotel? Jadi, harus ada yang menjembatani antarsemua komponen, jangan sampai peraturannya sudah bagus, tetapi penerapan di lapangan yang aneh-aneh," kata Swabawa.
Di samping itu, dalam menyiapkan pariwisata Bali menghadapi New Normal itu juga tentunya harus melibatkan unsur tenaga kesehatan untuk memberikan keterangan mana yang sesuai dengan standar kesehatan dan mana yang tidak.
Sementara itu Wakil Ketua DPP IHGMA I Made Ramia Adnyana mengatakan bahwa saat ini Dinas Pariwisata Provinsi Bali tengah menyiapkan sejumlah standar operasional prosedur dalam menyiapkan pariwisata Bali di era New Normal itu dan dirinya juga dilibatkan dalam penyiapan SOP tersebut.
"SOP itu yang akan dikirim ke semua industri untuk mempersiapkan diri menghadapi New Normal, termasuk mulai dari kedatangan di bandara, bagaimana proses Imigrasinya menerapkan protokol kesehatan, transportasi yang mengangkut, dan ketika masuk di hotel dan sebagainya," ucapnya.
Hotel telah menyiapkan SOP New Normal ini, contoh implementasinya ketika memasuki main entrance hotel akan dicek dengan thermo gun, cuci tangan dengan sabun, menggunakan hand sanitizer dan menggunakan masker ketika "check in".
Di hotel, lanjut Ramia, di samping memperhatikan kebersihan area publik seperti lift dan restoran, tentunya kamar akan dilakukan proses ozonisasi untuk menjaga higienitas dari tempat yang dijadikan tamu untuk menginap. Selain itu, pembayaran hotel pun kalau bisa dengan "payment gateway" untuk meminimalisasi kontak dengan petugas hotel.
"Kadis Pariwisata nantinya akan mengajukan SOP yang sudah disusun itu ke Gubernur. Selanjutnya nanti akan dikeluarkan dalam bentuk Instruksi Gubernur atau yang lainnya," ujarnya.
Jadi, lanjut Ramia, nanti dipersiapkan untuk berbagai sektor, tidak saja di bandara dan hotel, termasuk juga di destinasi, transportasi, tempat belanja oleh dan sebagainya.
"Pembukaan Bali untuk aktivitas pariwisata rencananya akan dimulai dari kawasan ITDC Nusa Dua, kalau sudah yang lainnya barulah ke Ubud, Kuta dan kawasan wisata lainnya," kata pria
yang juga General Manager H Souverign Bali itu.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020