Peshawar, Pakistan (ANTARA News/AFP) - Bom mobil yang disembunyikan di dalam sebuah kendaraan meledak di tempat pengisian bahan bakar di Pakistan baratlaut, Senin, menewaskan tujuh orang yang mencakup tiga anak, dalam serangan yang diklaim oleh militan Taliban, kata polisi.

Ledakan itu terjadi di pinggiran kota Charsadda, sekitar 30 kilometer sebelah timurlaut Peshawar, ibukota Provinsi Perbatasan Baratlaut yang dilanda gelombang serangan dan pemboman bunuh diri tahun ini.

Safwat Ghyur, seorang polisi senior dari Peshawar, mengatakan kepada wartawan bahwa tiga anak, dua wanita dan seorang supir pria yang berada di dalam kendaraan itu tewas dalam ledakan tersebut. Beberapa pejabat rumah sakit mengatakan, 10 orang lain cedera.

"Itu bom waktu, Seseorang memberikan barang kepada seorang penumpang dan bom disembunyikan di barang itu," kata Ghyur dalam pernyataan yang disiarkan televisi setempat.

Kepala kepolisian wilayah itu Mohammad Riaz Khan mengatakan kepada AFP, bom itu dipasang di sebuah truk pick-up yang mengangkut sekitar 20 orang, dan salah seorang korban yang cedera tewas dalam perjalanan ke rumah sakit, sehingga jumlah kematian menjadi tujuh.

Distrik Charsadda berbatasan dengan daerah suku Mohmand, dimana pemerintah memegang kendali lemah dan militan Taliban beroperasi aktif.

Kendaraan itu sedang menuju Mohmand ketika meledak, dan penumpang-penumpang yang selamat mengatakan bahwa mereka berasal dari desa Ambar di wilayah itu, dimana suku-suku setempat membentuk milisi untuk memerangi gerilyawan Islamis.

Seorang komandan Taliban di Mohmand menghubungi wartawan AFP di Peshawar dan mengklaim pihaknya bertanggung jawab atas serangan bom itu.

"Sasaran kami adalah orang-orang lashkar (milisi). Orang-orang yang berada di dalam kendaraan itu berasal dari Ambar. Orang-orang ini menyerang Taliban," kata Qari Shakeel dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Polisi belum memberikan pernyataan segera mengenai motif pemboman tersebut.

Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.

Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.

Pakistan menyatakan, lebih dari 1.800 militan dan 166 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.

Ofensif militer diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.

Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.

Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.

Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009