Almarhum meninggalkan dua orang istri dan seorang anak laki-laki usia dua tahun.
Kendari (ANTARA) - Innalillahi wainnailahi rojiun, insan pers di Sulawesi Tenggara berduka atas kepergian selama-lamanya wartawan senior H Yamin Indas, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 1994-1998.
Kepergian almarhum yang juga pensiunan wartawan Harian Kompas dan Harian Tegas Makassar itu meninggalkan duka mendalam bagi keluarga.
Betapa tidak sosok Yamin Indas yang lahir di Kabaena, Kabupaten Buton, 7 Maret 1950 itu, semasa hidupnya merupakan panutan di lingkungan keluarga.
Almarhum yang menghembuskan nafas terakhir Minggu (24/5) dini hari sekitar pukul 02:30 Wita meninggalkan dua orang istri dan seorang anak laki laki usia balita 2 tahun.
"Bapak itu disiplin, tegas dan teguh pada prinsip hidupnya," ujar istri almarhum Hj Maliha.
Karakter pekerja keras, tegas, disiplin, idealis dan berani yang dimiliki almarhum mengantarkannya memperoleh kepercayaan memimpin sejumlah media anak perusahaan Grup Kompas.
Empat tahun almarhum menakhodai Harian Surya yang diterbitkan di Surabaya, Jawa Timur. Kemudian Kompas Grup memercayakan almarhum merintis media lokal di Aceh yang diberi nama Serambi Indonesia.
"Saya hanya mendampingi Bapak dua tahun di Surabaya saat bekerja di Harian Surya. Saya tidak ke Aceh karena waktu tugas Bapak singkat 6 bulan," kata Hj Maliha.
Ia mengakui suaminya sebagai sosok pekerja keras dan bertanggung jawab.
Disaat usia pernikahan relatif muda sudah menampung keluarga, kemanakan dan kerabat untuk mencari kerja atau pun melanjutkan pendidikan di Kendari.
"Ooh...banyak kemanakan, sepupu dan keluarga lainnya dari kampung yang tinggal di rumah. Ada yang pisah dengan kami setelah bekerja dan menikah," kenang sang istri dengan suara bergetar.
Ia pun mengisahkan suaminya tidak pernah mendapat ancaman dari siapa pun karena pemberitaannya.
"Bapak tidak pernah bercerita kalau mendapat ancaman karena beritanya. Saya pun sebagai istri ikhlas mendukung Bapak menjalankan profesi wartawan," tambahnya.
Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra periode 1994-1998, H Lasirama mengatakan almarhum adalah wartawan profesional yang dibuktikan menyabet sederet penghargaan dari media tempat berkarya, Harian Kompas.
"Karena profesionalismenya Harian Kompas memberi bonus menunaikan ibadah haji. Itu salah satu bukti," kata La Sirama.
Almarhum juga dikenal sebagai sosok pimpinan organisasi profesi (PWI) dan wartawan senior bertanggung jawab, demokratis dan reformis.
"Saya pernah dicari tentara karena berita saya. Justeru almarhum yang memenuhi undangan di Korem bersama Sekretaris PWI La Sirama untuk menjelaskan posisi wartawan dalam pemberitaan hingga tuntas," kata Haluddin, wartawan Pedoman Rakyat.
Wartawan Harian Kompas, Hendry CH Bangun mengenal almarhum H Yamin Indas sebagai rekan kerja, sahabat yang baik dan bergaul.
"Sekitar tahun 1985 silam satu angkatan mengikuti pelatihan selama 6 bulan di kantor pusat Harian Kompas Jakarta," kenang Hendry Ch Bangun Wakil Ketua Dewan Pers.
Istri kedua almarhum Yamin Indas, Reni Siska mengaku tidak memiliki firasat apa pun menjelang kepergian suaminya untuk selama-lamanya.
"Sempat mengeluhkan susah tidur. Minggu dini hari (24/5) sekitar pukul 02:00 Wita almarhum merasakan sesat nafas namun saya tidak panik karena pernah mengalami hal yang sama dan kembali sehat," kata Reni.
Keadaan terus memburuk sehingga bergegas ke rumah sakit namun nyawa wartawan yang dikenal disiplin tersebut tidak tertolong.
"Bapak tidak sempat mendapat pertolongan atau perawatan di rumah sakit," kata Reni, istri almarhum yang memberinya anak semata wayang Al Kafi (2). Selamat jalan senior, guru dan panutan kami.
Pewarta: Sarjono
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020