"Tugas dan fungsi itu ditunaikan melalui tekad yang mantap dan batin yang bercahaya, bersatu dan bekerja sama sebagai `lelaku` yang ditempuh menuju kesejahteraan dan keselamatan," katanya di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Minggu malam.
Menurut dia pada malam tirakatan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-64 Republik Indonesia (RI), semua itu sesungguhnya merupakan sebuah upaya mengakrabi lingkungan yang selalu berubah.
"Selain itu, juga untuk memahami potensi diri seraya membuka peluang untuk mencari solusi agar tidak terseret pusaran zaman yang cepat berubah," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu.
Sehubungan dengan hal itu, di malam tirakatan juga dianjurkan untuk mengenang jasa pahlawan dan napak tilas sejarah yang ditinggalkannya, serta mendoakan agar amal ibadahnya diterima dan diampuni dosa-dosanya.
"Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tetap menunaikan cita-cita dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan istiqomah, konsisten, konsekuen, dan berkelanjutan," katanya.
Buat apa kemerdekaan itu?
Sultan mengatakan, masyarakat Indonesia secara umum masih belum bisa menghargai kemerdekaan bangsa ini. Hal ini tercermin dari masih adanya konflik internal yang melanda bangsa ini.
"Setelah 64 tahun merdeka, kita berhak bertanya, buat apa kemerdekaan itu, jika bangsa ini masih terancam perseteruan, konflik, dan krisis kepercayaan," katanya.
Padahal, menurut dia, telah banyak korban nyawa dan benda yang tidak terhitung jumlahnya untuk mencapai kemerdekaan RI.
"Untuk mengantisipasi munculnya konflik di masyarakat, budaya harus selalu dilestarikan," katanya.
Malam tirakatan untuk mengenang dan memperingati makna kemerdekaan RI itu dihadiri jajaran Muspida DIY dan Pemprov DIY, serta Ketua DPRD DIY Akhmad Djuwarto.
Kegiatan itu juga diisi dengan penyerahan hadiah bagi pemenang lomba dalam rangka peringatan HUT Ke-64 RI di DIY dan pemberian beasiswa bagi putra dan putri pegawai di lingkungan Pemprov DIY.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009