Kabul (ANTARA News/AFP) - Serangan udara Barat dan pertempuran di darat menewaskan sekitar 30 gerilyawan, termasuk orang-orang Arab dan Uzbekistan, dalam ofensif yang dirancang untuk mengamankan wilayah timur yang bergolak bagi pemilihan umum, kata sejumlah pejabat, Minggu.

Operasi tengah malam itu berlangsung di daerah kelompok militan kuat yang dikuasai Jalaluddin Haqqani, seorang pahlawan perlawanan pendudukan Uni Sovyet pada 1980-an yang kemudian menjadi sekutu Taliban, dan putranya Siraj, seorang pengikut Al-Qaeda.

Operasi itu dilakukan di Sepra, yang terletak di perbatasan dengan Pakistan dimana gerilyawan Al-Qaeda dan Taliban memiliki pangkalan-pangkalan setelah invasi pimpinan AS terhadap Afghanistan pada 2001.

"Operasi diluncurkan beberapa saat lalu untuk mengamankan pemilu, dengan dukungan dari polisi nasional, polisi perbatasan dan pasukan internasional," kata Kementerian Pertahanan Afghanistan dalam sebuah pernyataan.

"Lebih dari 30 orang tewas," kata jurubicara kementerian itu Jendral Mohammad Zahir Azimi kepada AFP setelah operasi tersebut.

Militer AS mengatakan, serangan udara dan bentrokan di darat menewaskan "sekitar 25 militan" ketika pasukan Amerika dan Afghanistan menyerang sebuah kamp pelatihan Haqqani untuk menghentikan rencana melancarkan serangan-serangan pra-pemilu yang menggunakan gerilyawan asing.

"Setelah diserang tembakan musuh pada saat memasuki lokasi itu, pasukan melancarkan serangan dengan tembakan senjata ringan dan dukungan udara dekat untuk menghancurkan sejumlah markas musuh," kata jurubicara militer AS Kapten Jennifer Bocanegra.

"Penduduk lokal Afghanistan melaporkan dan mengungkapkan kebencian mereka terhadap orang-orang Arab dan Uzbekistan yang menggunakan tanah mereka sebagai tempat persembunyian," katanya.

Kementerian Afghanistan mengatakan, 10 warganegara asing tewas dalam serangan itu.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009