Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin meminta Mahkamah Agung segera menindaklanjuti rekomendasi Komisi Yudisial (KY) untuk memecat dua hakim agung karena melanggar kode etik.

"Kalau sudah ada rekomendasi dari KY, mau tidak mau MA harus melaksanakan dan menindaklanjutinya," kata wakil rakyat dari Partai Golkar itu di Jakarta, Jumat.

Ditanya soal rumor yang menyatakan salah seorang hakim MA itu adalah Djoko Sarwoko, secara diplomatis Azis menjawab pokoknya hakim manapun yang direkomendasikan KY untuk dipecat.

"Siapapun yang sudah direkomendasikan KY, harus dijalankan, meski pahit bagi MA," tandasnya.

Jika MA tak mau melaksanakannya, Azis menjamin bakal ada konsekuensi terhadap MA karena KY memberikan rekomendasi itu berdasarkan Undang-Undang.

"KY itu bekerja berdasarkan Undang-Undang dan memang memiliki kewenangan soal itu. Jadi tentu ada konsekuensinya, kalau tak dilaksanakan," paparnya.

Ditempat terpisah, pengamat politik Universitas Paramadhina, Bima Arya Sugiharto menduga hakim-hakim Mahkamah Agung (MA) telah melakukan manuver politik untuk mengesankan tidak ada mafia peradilan.

"Saya menduga hakim-hakim MA melakukan manuver-manuver politik membangun pencitraan di mata masyarakat sehingga mengesankan tak ada mafia peradilan di lembaga itu,"katanya.

Menurutnya, keputusan kontroversial MA soal KPU dan Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra menunjukkan kapasitas MA dipertanyakan masyarakat.

Bima mendukung tindakan Komisi Yudisial yang merekomendasikan pemecatan dua hakim agung MA karena memang KY memiliki kewenangan itu.

Tak hanya Bima, mantan Hakim Agung Prof Dr HAS Natabaya pernah meminta KY memeriksa hakim bermasalah, diantaranya Djoko Sarwoko.

Pakar hukum Universitas Sriwijaya ini menerima laporan dari Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim agung menyusul penerimaan PK usulan Jaksa untuk kasus cessie Bank Bali yang melibatkan pengusaha Djoko Candra dan mantan Gubernur BI, Syahril Sabirin. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009