Bengkulu (ANTARA News) - Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Heri Susanto menilai pendidikan gratis yang disosialisasikan pemerintah hanyalah slogan belaka, sementara di lapangan tetap banyak pungutan yang dibebankan kepada siswa.

"Pendidikan gratis hanya slogan dan dijadikan jargon oleh presiden dan kepala daerah untuk berkampanye, namun kenyataannya pendidikan itu tidak gratis," katanya menyikapi polemik pungutan yang diberlakukan sekolah khususnya saat tahun ajaran baru, Kamis.

Sebaiknya kata politisi PAN ini, pemerintah mengganti sebutan pendidikan gratis dengan pendidikan bersubsidi karena masyarakat memahami arti gratis berarti sama sekali tidak membayar apa pun.

Selain itu, kata dia, dengan subsidi pendidikan yang diberikan pemerintah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp43 ribu per siswa sama sekali tidak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan.

"Karena idealnya untuk anak siswa SD itu subdidinya sebesar Rp150 ribu per siswa per bulan," katanya.

Apalagi kata dia, dana pendidikan tidak mendapat dukungan dari APBD provinsi dan kabupaten sehingga sejumlah sekolah masih memmberlakukan pungutan.

Heri mencontohkan Provinsi Sumatra Selatan yang mengalokasikan Rp500 miliar lebih untuk subsidi pendidikan melalui APBD, ternyata belum mencukupi.

"Sementara kita hanya mengalokasikan dana Rp50 miliar, itu pun hanya untuk kegiatan rutin, dan belum menyentuh kegiatan operasional," katanya.

Pendidikan gratis yang dipahami masyarakat, kata dia, menjadi bumerang bagi sekolah untuk memberlakukan pungutan untuk menambah dana operasional sekolah.

Hal ini mengakibatkan munculnya polemik bahkan nyaris berakhir ricuh seperti yang terjadi di SMKN 2 Bengkulu, di mana siswa menolak pungutan hingga Rp500 ribu.

"Karena memang dana subsidi yang diberikan pemerintah kemudian disebut pendidikan gratis tidak cukup untuk mengoperasionalkan sekolah sehingga tambahan biaya tetap dibebankan kepada siswa, jadi tidak ada pendidikan gratis," ujarnya.

Ia berharap pemerintah segera mengubah konsep ini dengan berpatokan pada amanat UU bahwa negara berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009