Bandung (ANTARA News) - Tingkat penyebaran virus H1N1 di Indonesia mencapai 200 persen per sepuluh hari, namun tidak berdampak langsung pada tingginya angka kasus kematian akibat virus itu.
"Data dari rumah sakit di Indonesia tingkat kematian akibat virus H1N1 hanya 0,5 persen. Namun memang penyebarannya cukup luas dan cepat sehingga harus terus melakukan langkah antisipasi," kata Deputi Menristek Bidang Pengembangan Sipteknas Prof. Dr. Amin Soebandrio di sela-sela Seminar Pengembangan Vaksin Masa Depan di PT Bio Farma Kota Bandung, Kamis.
Ia menyebutkan, tingkat penyebaran swine flu atau sebutan lain untuk flu babi termasuk tinggi. Saat ini berada di peringkat 90 dari 140 negara di dunia. Namun di lain pihak, pemerintah dan masyarakat Indonesia telah mampu dan padu mengantisipasinya.
Dibandingkan dengan AS, kata dia, penanganan di Indonesia lebih baik karena setiap kasus langsung diantisipasi dan dilakukan pemantauan pasca-pengobatan untuk memastikan kesembuhannya.
"Di negara lain kadang jumlah pasien tidak sesuai, kenyataanya orang yang tertular lebih banyak," katanya.
Pemerintah Indonesia melalui Depkes dan PT Bio Farma langsung mengambil langkah strategis, antara lain dengan menyiapkan produksi vaksin flu babi atau H1N1 yang sekarang sudah dalam tahap produksi bulk.
PT Bio Farma yang ditunjuk pemerintah untuk memproduksi vaksin flu babi dan sudah mendapatkan tiga strain vaksin H1N1. Pengembangan sebelumnya, sebenarnya diproyeksikan untuk vaksin flu burung atau H5N1.
"Secara teknologi dan SDM sebenarnya Indonesia sudah mampu memproduksi, risetnya sudah dilakukan. Tapi mungkin kendalanya anggaran untuk memulai produksi karena memang butuh investasi yang tidak sedikit," kata Amin.
Ia menyebutkan, harga vaksin flu babi masih tinggi antara 8 hingga 10 dolar AS per dosis. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan bagi 10 persen penduduk Indonesia saja atau sekitar 20 juta dibutuhkan dana sebesar Rp2 triliun.
Sementara itu Dirut PT Bio Farma Isa Mansyur menyatakan, perusahaannya siap untuk memproduksi vaksin flu babi.
"Secara umum tak ada kendala, riset kita nyambung untuk produksi flu babi. Secara SDM kami sangat siap, tinggal anggaranya saja untuk memproduksinya. Kami berharap tahun 2010 mendatang sudah bisa produksi massal," katanya.
Sementara itu negara yang paling dulu akan memproduksi massal vaksin flu babi adalah Australia pada Agustus 2009 ini.
"Kami tidak bisa secepat mereka, namun setidaknya tahun depan kita sudah bisa memproduksi minimal 4,5 juta dosis. Namun tergantung juga pada kesiapan media pembiakan virusnya," kata Isa Mansyur.
PT Bio Farma mengandeng kalangan perguruan tinggi yakni dengan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dalam pengembangan seed (bibit) vaksin dan dengan Universitas Padjadjaran untuk pemurnian seed vaksin yang menggunakan media telur ayam.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009