Bogor (ANTARA News) - Peristiwa bom bunuh diri di Hotel JW Marriott, Mega Kuningan, Jakarta bulan lalu membuat warga Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kaget.

Warga dikagetkan oleh pemberitaan, bahwa pelaku ledakan bom bunuh diri Marriott tinggal di Perumahan Telaga Kahuripan, yang berlokasi di Kecamatan Kemang.

Sumiah (35) warga Desa Tegal, Kecamatan Kemang mengaku tak habis pikir bila wilayah yang semula dikenal tenang itu menjadi sasaran empuk jaringan teroris.

"Saya dan warga lain merasa kaget ada orang sini (Kemang) yang terlibat jaringan teroris, apalagi menjadi pelaku utama peledakan bom bunuh diri di Marriott," katanya.

Hal senada diutarakan oleh Mamad (50), warga Tegal. Dia pun mengaku tidak habis pikir jaringan teroris telah masuk ke wilayah ini. Sebelum tragedi Marriott II, nama Kemang tidak pernah sekalipun dikaitkan pada isu terorisme. Berbagai peristiwa teror yang terjadi sepanjang 2003-2009 tidak pernah ada pelaku yang berkaitan dengan wilayah ini. Tak heran saat nama Dani Dwi Permana mencuat ke permukaan warga sempat kurang percaya.

Mamad menduga jaringan teroris mulai mengincar warga setempat akibat terlalu mudah menerima paham dan ajaran baru yang datang dari luar. Paham dan ajaran baru tersebut sangat beragam mulai yang berpaham menyimpang seperti Ahmadiyyah hingga yang berpaham keas dan radikal, sehingga sering menimbulkan gesekan keagamaan. Kondisi ini diyakininya telah mengundang jaringan teroris untuk datang dan melebarkan sayap gerakannya.

Ahmad Suhadi, aktivis muda yang tinggal di Desa Pondokudik, Kecamatan Kemang, menambahkan selain gesekan agama yang kerap meletus di Kemang, warga sebagian warga setempat kering dari ajaran agama. Kondisi ini dimanfaatkan teroris untuk mewujudkan misinya.

Menurut Suhadi, teror Marriott sangat mencoreng nama Kemang. Bila sebelumnya Kemang dikait-kaitkan dengan Ahmadiyyah dan prostitusi serta aneka hiburan malam, kini julukan negatif bertambah lagi seiring dengan tewasnya teroris atas nama Dani Dwi Permana.

Karena itu Suhadi mengajak ke depan warga Kemang bahu-membahu untuk menghadapi berbagai persoalan yang berkembang. Caranya dengan meningkatkan partisipasi dalam memonitor dinamika lingkungan tempat tinggal serta ikut mengawasi paham keagamaan masyarakat agar jangan sampai ada lagi yang terserang oleh aliran sempalan yang menyesatkan.

"Saya kira untuk mengatasi berbagai masalah berat yang kerap muncul di Kemang, perlu adanya kerjasama dan bahu membahu antara ulama dengan "umaro" (pemerintah). Pemerintah tidak mungkin dapat berjalan tanpa dukungan ulama dan masyarakat. Begitu juga ulama akan kesulitan membina masyarakat tanpa adanya kerjasama dengan pemerintah," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009