Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan menyatakan, Mabes Polri harus melindungi Dirut PT Masaro Anggoro Widjoyo yang bersedia kembali ke Indonesia untuk memberikan keterangan dalam kasus pemerasan dua orang yang mengaku suruhan KPK.

"Sesuai UU Lembaga Perlidungan Saksi dan Korban, saksi dan tersangka berhak dilindungi jika dia memiliki informasi yang dapat membuat terangnya peristiwa," ujar Trimedya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, karena kasus dugaan suap KPK maupun kasus pemerasan yang diduga dilakukan Eddy dan Ari dengan menyatakan suruhan KPK itu ditangani Mabes Polri, maka perlindungan hukum kepada Anggoro menjadi kewenangan Mabes Polri, bukan KPK.

Polisi juga harus mengusut tuntas dua kasus itu sehingga menjadi jelas bagi publik apa yang sebenarnya terjadi, apalagi sudah ada pengakuan dari saksi Eddy sebagaimana dimuat media massa bahwa dana dari Anggoro mengalir ke beberapa pimpinan KPK.

"Bagi Anggoro perlu adanya perlindungan hukum, maka Polri harus memberikannya supaya informasi yang dimilikinya dapat digunakan untuk memperjelas kasus di KPK," ujarnya.

Ditegaskannya pula bahwa pengusutan kasus harus dilakukan mulai dari testimoni, rekaman percakapan Antasari dengan Anggoro, laporan pemerasan ke Mabes Polri hingga keterangan saksi-saksi.

Trimedya menyebut kesediaan Anggoro datang ke Indonesia adalah informasi penting untuk diperhatikan Polri sehingga pendekatan antara pemerintah Indonesia dengan Singapura, dimana Anggoro diduga berada disana, tidak perlu dilakukan.

Kuasa hukum Anggoro, Bonaran Situmeang telah melaporkan dua orang yang mengasnamakan suruhan KPK untuk memeras Anggoro Rp5,1 miliar.

Dana tersebut untuk mengembalikan barang bukti yang telah disita KPK dalam kasus korupsi Masaro, penghentian kasus Masaro dan pencabutan status cekal kepada Anggoro. Laporan tersebut kini sedang ditangani Mabes Polri. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009