Kuala Lumpur (ANTARA News) - Kepala polisi Malaysia Musa Hasan memastikan bahwa hanya dua warga Malaysia yang terlibat dalam aksi terorisme di Indonesia yakni Azahari Husin dan Noordin M Top.

"Hanya dua orang itu saja, tidak ada lagi warga Malaysia yang terlibat kegiatan teroris di Indonesia," kata Musa Hasan dalam jumpa pers di Kuala Lumpur, Rabu.

Kepala polisi Malaysia itu mengaku telah menerima informasi dari Polri bahwa teroris yang ditembak mati di Temanggung, Jawa Tengah, akhir minggu lalu bukan Noordin M. Top.

"Kemungkinan Noordin masih bersembunyi di Indonesia. Tapi sejak peristiwa bom di Jakarta, 17 Juli 2009, kontrol keluar masuk orang di perbatasan Malaysia-Indonesia makin diperketat," tambah dia.

Kepolisian Malaysia juga terus memonitor kontak antara Noordin dengan keluarganya di Johor Bahru, termasuk dengan istrinya Rahma dan anak-anaknya.

"Baik percakapan via telepon dan surat sudah tidak ada lagi antara Noordin M Top dengan keluarganya selama enam tahun belakangan ini. Sudah putus komunikasi sama sekali," katanya.

Polisi Malaysia juga terus bekerjasama dengan Polri, contohnya membantu mengirimkan DNA istri dan anak-anak Noordin ketika diduga pelaku bom bunuh diri itu adalah Noordin.

"Kami juga mengirim sidik jarinya serta informasi-informasi yang kami terima juga diberikan kepada Polri. Kami selalu kerjasama dan diskusi erat dengan Polri," kata Musa Hasan.

Juru bicara keluarga Noordin, Badarudin Ismail mengungkapkan, Noordin dan Azahari adalah warga Malaysia yang menjadi mujahidin di Kandahar Afghanistan dan setelah Uni Soviet meninggalkan Afghanistan mereka kembali ke Malaysia dan mengajar di UTM (Universitas Teknologi Mara) Johor Bahru dan Institut Lukmanul Hakim.

Azahari dan Noordin M. Top lalu bertemu dengan Amrozi dan Ali Gufron yang sedang belajar di Lukmanul Hakim, Johor. Mereka pertamakali memasuki Indonesia untuk ikut aktif dalam konflik Ambon.

Azahari, ahli perakit bom dalam jaringan ini sudah lebih dulu tewas ketika polisi menyerbu persembunyiannya di Batu, Malang, Jawa Timur. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009