Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menolak rencana pemerintah menerapkan pajak progresif untuk produk otomotif karena dinilai kontraproduktif terhadap perkembangan industri otomotif di dalam negeri.
"Jujur saya tidak mengerti, kemana pemerintah akan membawa pengembangan industri otomotif di Indonesia ini," ujar Wakil Ketua Gaikindo Johnny Darmawan di Jakarta, Selasa, menanggapi rencana penerapan pajak progresif oleh pemerintah.
Ia mengatakan berdasarkan pengalaman negara lainnya di kawasan ASEAN, yaitu Vietnam, kenaikan pajak kendaraan bermotor, menyebabkan turunnya permintaan di dalam negeri.
"Vietnam waktu itu menaikkan pajak kepemilikan mobil antara 35-37 persen, dan dampaknya pasar anjlok," katanya.
Selain itu, Johnny khawatir penerapan pajak progresif akan mengganggu iklim investasi di sektor otomotif yang mulai membaik. Apalagi, kata dia, Departemen Perindustrian tengah melakukan penjajakan untuk menarik investasi para pemain otomotif dunia untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan murah ("low cost car").
Jika pasar turun, lanjut dia, akan ada dampak berantai terhadap penurunan produksi dan jumlah tenaga kerja tidak hanya di sektor otomotif, tapi juga industri pendukung lainnya, seperti suku cadang, ban, dan lain-lain.
Selama ini, lanjut Johnny, industri otomotif telah menjadi industri yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjadi penyumbang pendapatan dalam APBN ke-5 terbesar. Selain itu, dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang disusun Depperin, industri otomotif menjadi industri unggulan masa depan (2025).
Hal senada dikemukakan Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Joko Trisanyoto yang mempertanyakan arah pengembangan industri otomotif di Indonesia dengan adanya rencana penerapan pajak progresif yang rancangan undang-undangnya akan diparipurnakan oleh DPR-RI.
Ia melihat ada anomali dalam kebijakan pemerintah yang menganggap industri otomotif penting. Menurut dia, bagi negara yang menganggap industri otomotif penting seperti China dan Jepang, maka kebijakan pemerintahnya adalah bagaimana mendorong industri otomotif tumbuh.
"China dan Jepang misalnya, ketika penjualan mobil anjlok akibat krisis, mereka mengeluarkan kebijakan insentif untuk mendorong masyarakat membeli mobil baru. Tapi kalau pemerintahan yang tidak punya industri otomotif seperti Selandia Baru, mereka tidak peduli, mereka bebaskan impor mobil bekas," katanya.
Gaikindo memproyeksikan pasar mobil di Indonesia akan terus tumbuh mencapai 540 ribu unit pada 2010 dan mencapai satu juta unit pada 2015, dan visi 2030 penjualan mobil di Indonesia bisa berada pada angka 4,6 juta unit dengan produksi sebesar 4,57 juta unit. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009