Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, menyampaikan empat laporan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan suap kepada beberapa oknum KPK.
Pelaksana Harian Ketua KPK, Bibit Samad Rianto di Jakarta, mengatakan keempat laporan itu adalah pertemuan antara Antasari Azhar dan tersangka Anggoro Wijoyo di Singapura.
"Pertemuan antara AA dan AW di Singapura itu direkam dan disiarkan di media massa," kata Bibit.
Menurut Bibit, pertemuan itu diduga merupakan pelanggaran pasal 36 dan 65 UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Pasal tersebut menyatakan, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun."
Bagian Ketentuan Pidana UU yang sama menyebutkan, setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
KPK juga melaporkan dugaan pencemaran nama baik pimpinan dan lembaga KPK atas disiarkannya testimoni Antasari Azhar di sejumlah media massa.
Testimoni itu menyebutkan, sejumlah oknum di KPK telah menerima suap terkait penanganan kasus sistem komunikasi radio terpadu yang melibatkan pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Wijoyo.
Kemudian, KPK juga melaporkan dugaan pemalsuan surat pencabutan pencegahan Anggoro Wijoyo untuk pergi ke luar negeri. KPK menegaskan, pencegahan Anggoro belum pernah dicabut dan masih berlaku.
Sebelumnya, KPK menemukan surat pencabutan pencegahan palsu atas nama Anggoro Wijoyo. Surat palsu itu diduga muncul akibat aliran uang dari Anggoro.
KPK juga melaporkan munculnya nama Eddy Sumarsono dan Ary Muladi yang mengaku sebagai orang suruhan KPK.
Sebelumnya, Bonaran Situmeang, pengacara Anggoro Wijoyo mengatakan, dugaan suap kepada oknum di KPK berawal dari tawaran Ary Muladi dan Eddy Sumarsono yang mengaku sebagai orang suruhan KPK.
"Ary dan Eddy Sumarsono menawarkan bahwa persoalan Masaro dapat diselesaikan dengan memberikan `atensi` kepada pimpinan dan pejabat-pejabat KPK," kata Bonaran.
Bonaran menjelaskan, Anggoro merasa terpaksa menuruti tawaran kedua orang tersebut. Pada akhirnya, Anggoro Wijoyo memberikan Rp5,15 miliar kepada kedua orang yang mengaku bisa `mengurus` kasus tersebut.
"Kedua orang itu mengaku sebagai suruhan KPK," kata Bonaran.
Bibit menegaskan, KPK tidak pernah mempunyai karyawan bernama Eddy Sumarsono dan Ary Muladi. "Kita tidak pernah menyuruh ES dan AM," kata Bibit menegaskan.
Rencananya, KPK akan mengundang Bonaran untuk melakukan klarifikasi tentang kebenaran tindakan Eddy Sumarsono dan Ary Muladi yang mengaku sebagai suruhan KPK.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009