Jakarta (ANTARA) - Salah seorang pekerja migran Indonesia (PMI) bernama Marni tidak kapok untuk mencari peruntungan di luar negeri meski telah dideportasi dari Malaysia, karena merasa mendapatkan pendapatan yang lebih besar.
"Maunya nanti setelah pandemi selesai dan memungkinkan saya kerja lagi di luar negeri. Mungkin bukan Malaysia karena kemarin saya kan dideportasi," ujar perempuan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu ketika ditemui di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus Kementerian Sosial (Kemensos) di Jakarta Timur, Rabu.
Baca juga: Kemensos beri layanan rumah karantina bagi Pekerja Migran Indonesia
Alasan ingin bekerja kembali ke luar negeri, menurut Marni, karena gaji yang diterimanya lebih besar dibandingkan ketika bekerja di Tanah Air.
Marni sudah 8 tahun berada di Malaysia, bekerja sebagai cleaning service di sebuah agen di Kuala Lumpur. Di Negeri Jiran itu dia juga bertemu dengan suaminya yang juga bekerja di sana sebagai tenaga kerja Indonesia.
Mereka ditangkap dan ditahan oleh polisi Malaysia ketika bersiap kembali ke Indonesia, setelah agen yang dibayar untuk memulangkan mereka ke Tanah Air melarikan diri. Dia sendiri mengaku belum memperpanjang paspor selama dua tahun, sehingga melanggar peraturan imigrasi Malaysia.
Suami Marni saat ini masih berada di Malaysia menunggu proses deportasi,sementara dia dipulangkan duluan karena memiliki dua anak yang masih di bawah usia lima tahun. Menurut Marni, suaminya tidak berniat bekerja di luar negeri dan ingin bekerja di NTT.
Baca juga: RPTC Tanjungpinang kelebihan kapasitas tampung pekerja migran
Baca juga: Kepolisian kawal deportasi 121 pekerja migran ke Dinsos Kalbar
Kasus pekerja migran asal Indonesia yang ingin kembali bekerja ke luar negeri bukanlah hal yang baru. Beberapa orang yang sudah dideportasi karena menjadi tenaga kerja ilegal kadang kembali ditangkap dan dikembalikan ke Tanah Air, kata Kepala Sub Direktorat Korban Perdagangan Orang Kemensos, Dian Bulan Sari.
"Kalau seperti itu kami memotivasi agar jangan sampai balik lagi, tapi kami sedang berupaya untuk membuat sistem yang terkoneksi dengan Dukcapil. Sehingga, ketika dia datang, sidik jari diperiksa diketahui dia sudah pernah (dideportasi)," kata Dian, yang menjadi penanggung jawab RPTC Bambu Apus.
RPTC Bambu Apus telah menjadi rumah karantina bagi pekerja migran Indonesia yang dideportasi dari Malaysia, begitu juga dengan RPTC Tanjungpinang dan Pontianak.
Selain TKI dari Malaysia, RPTC Bambu Apus juga menampung 14 anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 berbendera China yang diduga mengalami tindak kekerasan. Kepolisian sedang mengusut kasus mereka dalam dugaan pidana perdagangan orang.
Baca juga: KBRI bantu pulangkan 263 pekerja migran Indonesia dari Brunei
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020