Singapura (ANTARA News) - Harga minyak turun di perdagangan Asia, Senin, setelah dolar menguat karena didukung data pengangguran di AS yang lebih baik dari perkiraan.

Pada perdagangan pagi, kontrak utama minyak jenis "light sweet crude" di New York untuk pengiriman September turun 39 sen menjadi 70,54 dolar per barel. Harga itu menyusut 1,01 dolar untuk bertahan di 70,93 dolar di perdagangan New York, Jumat.

Sementara harga minyak Laut Utara, Brent, untuk pengiriman September merosot 29 sen menjadi 73,30 dolar.

Departemen tenaga kerja AS, Jumat, mengatakan bahwa angka pengangguran AS turun sepersepuluh menjadi 9,4 persen di Juli karena angka kehilangan pekerjaan mendekati 247.000 dari 443.000 pada Juni.

Data itu lebih baik dari angka kehilangan kerja sebesar 325.000 yang diproyeksikan kalangan ekonom swasta dan memperkuat dolar AS setelah pasar menginterpretasikan hal itu sebagai pertanda lain bahwa resesi yang menghantam perekonomian AS sudah hampir sembuh.

Mata uang AS telah dipakai sebagai unit penyelamat yang dicari kalangan investor untuk mencari perlindungan terhadap resiko, namun aksi pasar pada Jumat menunjukkan pergantian suasana.

Minyak diperdagangkan dalam dolar AS dan menguatnya mata uang AS itu membuat komoditas ini menjadi lebih mahal, membuat permintaan melambat dan mendorong harga turun.

Meskipun positif, kalangan analisis mewaspadai pembacaan yang terlalu banyak atas mereka, mencatat bahwa setiap pemulihan perekonomian terbesar di dunia ini akan membutuhkan waktu.

"Laporan pekerja di AS pada Juli menguat dari yang diperkirakan, namun di resesi lain kehilangan pekerjaan menjadi magnitut yang mengancam sebagai bencana," menurut penelitian Capital Economics.

Victor Shum, senior principal di konsultan energi Purvin and Gertz di Singapura, mengatakan melemahnya permintaan energi akan dampak pada harga minyak yang meningkatkan momentum saat ini terhadap harapan terhadap awal pemulihan dari penurunan ekonomi.

"Dalam jangka pendek, kita mungkin melihat beberapa kemunduran di perminyakan," kata Shum.

"Saya fikir pasar minyak akan terus terpengaruh oleh pertentangan antara pelemahan fundamental dan dihela dari pasar saham yang didasarkan pada perkiraan mengenai pemulihan ekonomi," katanya menambahkan.

Minyak mencapai harga tertinggi sepanjang waktu dilebih dari 147 dolar per barel pada Juli tahun lalu sebelum melumer setelah perekonomian menyusut yang dimulai pada semester kedua 2008 yang menghantam permintaan energi. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009