Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Minggu mengatakan, Pertamina bisa melakukan kenaikan harga elpiji 12 kg secara bertahap hingga nantinya mencapai tingkat keekonomiannya.
"Kenaikannya mesti dilakukan secara bertahap dan sebaiknya setiap awal bulan," ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga elpiji dapat dilakukan dengan sejumlah alasan.
Pertama, konsumen elpiji 12 kg tidak layak mendapat subsidi, karena berpenghasilan di atas Rp1,5 juta per bulan.
Sedang, masyarakat yang mempunyai penghasilan di bawah Rp1,5 juta per bulan, sudah diberikan subsidi oleh negara melalui program konversi ke tabung 3 kg.
"Jadi, tidak bijak jika konsumen 12 kg masih pula menikmati elpiji yang `disubsidi` oleh Pertamina," katanya.
Alasan kedua, lanjut Sofyano, Pertamina telah melanggar UU tentang BUMN, jika masih memberikan subsidi.
Terakhir, pemberian subsidi Pertamina, juga berarti BUMN tersebut dipaksa merugi dalam menjalankan bisnis elpiji 12 kg.
Catatan Puskepi, Pertamina bakal menanggung kerugian hingga Rp3,6 triliun dengan mempertimbangkan harga elpiji internasional berkisar 600-700 dolar AS per metrik ton.
"Dengan demikian, rencana kenaikan harga elpiji ini juga merupakan upaya Pertamina menekan kerugian," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto meminta pemerintah menekan biaya distribusi dan marjin (beta) elpiji.
"Angka beta yang kini dipakai sekitar 40 persen terlalu tinggi. Seharusnya, bisa di bawah 25 persen," katanya.
Menurut dia, dengan asumsi harga internasional 500-515 dolar AS per ton, kurs Rp10.000 per dolar AS, pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, dan beta 40 persen, maka harga keekonomian elpiji 12 kg Rp7.500-7.750 per kg.
Dengan harga jual hanya Rp5.750 per kg, maka Pertamina merugi Rp2.000-2.250 per kg.
"Tapi, kalo bisa mengurangi komponen beta yang terdiri dari biaya transportasi, penyimpangan, dan marjin, maka rugi bisa ditekan," ujarnya.
Pri menambahkan, berdasarkan perhitungannya, harga produk elpijinya sendiri hanya Rp5.000 per kg.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009