Maka kami mengambil langkah dengan menerapkan inovasi persemaian kering rusunawa karena pola tanam padi di Kabupaten Sumenep juga sangat tergantung dari curah hujan
Jakarta (ANTARA) - Inovasi persemaian kering rusunawa yang merupakan salah satu terobosan di bidang pertanian untuk mempercepat luas tambah tanam (LTT) diharapkan mampu mengantisipasi ancaman krisis pangan di tanah air.
Penyuluh pertanian di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Dewo Ringgih, dalam keterangannya, Rabu, mengatakan musim hujan yang tidak menentu ditambah pandemi COVID-19 berpotensi memundurkan jadwal tanam pada musim tanam (MT) padi ke 2.
“Maka kami mengambil langkah dengan menerapkan inovasi persemaian kering rusunawa karena pola tanam padi di Kabupaten Sumenep juga sangat tergantung dari curah hujan,” katanya.
Ia mengatakan biasanya petani melakukan musim tanam (MT) kedua pada Maret, namun saat ini kondisi MT mengalami kemunduran tanam.
Untuk menyiasati hal tersebut, Dewo memberikan penyuluhan untuk menerapkan persemaian kering Rumah Susun Pengganti Lahan Sawah atau disebut juga Rusunawa, agar masa tanam dapat dipercepat.
Persemaian kering bisa dilakukan di pekarangan rumah petani dan inovasi ini pertama kali diterapkan oleh Hasanudin, petani dari Poktan Sumber Tani Kecamatan Kalianget.
“Persemaian yang biasa dilakukan petani di lahan sawah minimal membutuhkan waktu kurang lebih 21 hari setelah sebar untuk bisa ditanam, jika persemaian kering dilakukan di pekarangan paling tidak bisa mempercepat masa tanam hingga 20 hari. Selain itu, keunggulan dari persemaian kering ini tidak membutuhkan biaya yang sangat banyak dibandingkan jika petani melakukan persemaian di sawah,” kata Dewo.
Inovasi yang dilakukan ini mendapat respon dan antusiasme dari para petani setempat karena mempercepat masa tanam dan memudahkan petani untuk merawat bibit sehingga kualitas bibit akan jauh lebih bagus jika dibandingkan bibit dengan persemaian di sawah.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menegaskan petani harus bekerja lebih keras, lebih terpadu, dan lebih gotong royong agar kebutuhan pangan rakyat bisa terjamin.
“Krisis pangan tidak boleh terjadi di Indonesia, kita harus hadapi dengan kerja keras dengan semangat pantang menyerah. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh insan pertanian untuk menghadapi tantangan tersebut dengan dua langkah konkret, yaitu dengan penanaman yang lebih cepat dan momentum penyaluran sarana dan prasarana yang tepat. Diharapkan kerja sama dengan berbagai pihak lebih intens agar semua dapat berjalan dengan baik,” kata Mentan.
Sementara itu Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, mengatakan, pangan adalah masalah yang utama dan menentukan hidup matinya suatu bangsa, di mana petani harus tetap semangat tanam, olah, dan panen.
“Hal ini membuktikan pertanian tidak pernah berhenti di tengah wabah COVID-19, kepada para penyuluh pertanian diharapkan untuk tetap bekerja mendampingi para petani,” kata Dedi.
Baca juga: Emil Salim ingatkan soal diversitas pangan untuk antisipasi krisis
Baca juga: Pakar: Perlu antisipasi krisis pangan di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Melepas "jebakan" krisis pangan dampak pandemi COVID-19
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020