Bagansiapi-api (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Rachmad Witoelar mengatakan pemerintah daerah (pemda) lemah untuk menanggani kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan tercemarnya udara oleh asap.
"Pemda dalam hal ini gubernur, bupati dan wali kota masih lemah dan kurang optimal dalam masalah kebakaran hutan dan lahan," kata Rachmad saat kunjungan di Bagansiapi-api, Riau, Sabtu.
Kunjungannya ke ibukota Kabupaten Rokan Hilir, Riau, itu terkait penyerahan bantuan alat pemantau pencemaran udara yang diberikan oleh kerajaan Malaysia pada Pemeritah Kabupaten Rokan Hilir.
Hadir juga pada acara tersebut Menteri Alam Sekitar (lingkungan hidup-Red) Malaysia Dato` Douglas Unggah Embas.
Menurut Meneg LH pemeritah daerah yang wilayahnya sedang dilanda kebakaran seperti wilayah Sumatera dan Kalimantan umumnya kekurangan dana penanggulangan kebakaran.
Selain itu pemda juga banyak yang tidak memahami kewenangan mereka dalam UU 23/1997 tentang ligkungan hidup. Dalam Pasal 25 peraturan itu disebutkan bahwa gubernur, bupati dan wali kota punya kewenangan untuk menghentikan operasional semua pihak termasuk perusahaan dilokasi yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pemda punya wewenang untuk melarang aktivitas dilokasi kebakaran lahan agar tidak diolah pascakebakaran.
"Penghentian itu dilakukan sementara waktu untuk kepentingan penyelidikan," katanya.
Ia menyayangkan banyak kepala daerah yang belum memahami peraturan tersebut padahal masalah kebakaran yang mengakibatkan asap sudah sangat mengkhawatirkan bahkan sudah mengancam negara tetangga seperti Sigapura dan Malaysia.
Ia mengatakan perlu ada kesepahaman antara Pemda dan polisi dalam penanganan kebakaran hutan, agar ada penegakan hukum dalam kasus tersebut.
Secara terpisah Menteri Alam Sekitar Malaysia Dato` Douglas mengimbau agar perusahaan perkebunan Malaysia yang beroperasi di Indonesia tidak melakukan pembakaran lahan.
"Perusahaan Malaysia harus mentaati peraturan yang berlaku di Indonesia dan jika ada perusahaan Malaysia yang membakar lahan harus bertanggungjawab dan ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Douglas.
Ia menilai kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan asap menjadi masalah lintas negara. Malaysia-Indonesia sudah menyepakati MOU tentang pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta pemcemaran asap pada Juni 2008.
Sementara itu Bupati Annas Makmum mengatakan belum mengetahui perihal adanya kewenangan kepala daerah dalam UU Nomor 23/1997.
"Saya belum tahu soal itu," katanya.
Ia mengakui kebakaran hutan dan lahan di daerah itu menjadi masalah setiap tahun. Jumlah titik api hingga tengah tahun ini sudah mencapai dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Titil api pada 2008 dalam periode yang sama Januari-Agustus terdapat 371 titik sedangkan hingga Agustus 2009 jumlahnya 693 titik.
"Dari data terakhir luas lahan yang terbakar 1.465 hetare," ujar bupati.
Ia mengatakan kebakaran banyak terjadi dilahan eks HPH dan lahan persiapan kebun sawit milik pemodal dari Sumatra Utara, karena Rokan Hilir berbatasan dengan daerah tersebut.
"Tapi pemodal menyalahkan masyarakat yang bakar lahan," katanya.
Menurut dia, penanganan terhadap pelaku pembakar lahan lebih terkendala karena ada celah hukum dalam peraturan kehutanan.
"Kami terkendala pembuktian karena untuk menangkap pelaku dari tindak pidana lingkungan harus ada bukti dan saksi," ungkap bupati.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009