Peserta aksi yang terdiri atas komunitas wartawan dan seniman Semarang, komunitas Teater Emka Universitas Diponegoro (Undip), serta komunitas Payung Kertas dan Hysteria tersebut memulai aksinya dengan melakukan pembacaan puisi karya WS. Rendra.
Puisi yang dibacakan, antara lain berjudul "Sajak Orang Lapar", "Puisi Cinta", "Kesaksian 1967", serta puisi terakhir yang ditulis oleh Rendra berjudul "Tuhan, Aku Cinta Padamu".
"Puisi tersebut ditulis oleh Rendra pada 31 Juli 2009, dan merupakan puisi yang terakhir," kata Ketua Dewan Kesenian Semarang, Marco Marnadi usai membacakan puisi Rendra tersebut.
Menurut dia, sosok budayawan kelahiran Solo, 7 November 1935 itu adalah seorang pemberani dalam menyampaikan kritik-kritik sosial terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan hatinya.
"Dia dengan berani melontarkan ketidakpuasan kepada kebijakan pemerintah, padahal saat zaman Soeharto hal itu sangat tabu," katanya.
Keberanian tersebut, lanjut dia, dimiliki Rendra di tengah zaman yang mengekang kebebasan orang untuk berpendapat dan mengeluarkan kritikan. "Kalau sekarang banyak orang berani karena zamannya sudah bebas," katanya.
Ia mengatakan, semua kritikan yang disampaikan almarhum Rendra semasa hidupnya akan tetap dikenang meskipun Rendra kini telah tiada.
"Kalau orang sastra atau puisi berteriak karena ketidaksukaan, akan selalu terkenang karena terbukukan, dan hal itu dapat menggerakkan orang lain," katanya.
Sementara itu, koordinator aksi, Anton Sudibyo mengatakan aksi tersebut sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada WS. Rendra. "Kalau SBY saja mengucapkan berduka pada Mbah Surip, kenapa kepada Rendra kita tidak," katanya.
Untuk melaksanakan aksi tersebut, kata dia, dilakukan dengan persiapan yang sangat singkat. "Kami mempersiapkan aksi ini pada Jumat (7/8) pukul 00:00 WIB," katanya.
Setelah bergantian membaca puisi yang diikuti dengan aksi teatrikal, para peserta aksi tersebut kemudian menggelar renungan dan pembacaan doa untuk Rendra.
Beberapa seniman juga membagikan buku berjudul "Pembelajaran Drama Teater" yang ditempeli tulisan "Selamat Jalan Guru (WS. Rendra)" kepada para polisi yang berjaga di sekitar lokasi, serta masyarakat yang melihat aksi tersebut.
Aksi tersebut diakhiri dengan menaburkan bunga pada foto WS. Rendra yang dikalungi untaian bunga melati, dan di sampingnya terdapat poster hitam yang bertuliskan "Selamat Jalan WS. Rendra".
Rendra meninggal dunia pada usia 74 tahun, Kamis malam, akibat penyakit yang dideritanya sejak beberapa waktu yang lalu.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009