Jakarta (ANTARA News) - Tarif bea masuk (BM) produk pertanian dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami penurunan sebagai konsekuensi penerapan berbagai kebijakan, termasuk harmonisasi tarif yang diberlakukan berdasarkan rata-rata tarif umum (most favoured nations/MFN).
Rata-rata tarif BM produk pertanian pada tahun 2005 adalah sebesar 12,1 persen, turun menjadi 11,6 persen pada tahun 2008, demikian terungkap dalam Dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2010 yang diperoleh di Jakarta, Jumat.
Penurunan rata-rata tarif BM untuk produk non pertanian lebih besar lagi yaitu dari 9,6 persen pada 2005 menjadi 7,0 persen pada 2008.
Secara umum, yaitu baik rata-rata tarif BM produk pertanian maupun non pertanian mengalami penurunan dari 9,9 persen pada tahun 2005 menjadi 7,6 persen pada tahun 2008.
Realisasi penerimaan BM selama periode 2005-2008 meningkat dari Rp14,9 triliun pada 2005 menjadi Rp22,8 triliun pada tahun 2008. Dalam periode tersebut, rata-rata pertumbuhan penerimaan BM adalah 15,1 persen.
Namun nilai pertumbuhannya semakin menurun sebagai konsekuensi penerapan kebijakan harmonisasi tarif MFN.
Kebijakan penurunan tarif juga terjadi sebagai konsekuensi dari kerjasama perdagangan internasional dengan negara-negara di Asia. Sejak tahun 2003, pemerintah telah bergabung dalam suatu perjanjian perdagangan anta kawasan seperti ASEAN Free Trade (AFTA) melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT).
Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus menjadualkan penurunan tarif hingga menjadi nol persen untuk negara-negara anggota ASEAN pada tahun 2010.
Dalam periode 2005-2008, rata-rata tarif CEPT telah mengalami penurunan yaitu dari 2,8 persen pada 2005 menjadi 2,4 persen pada 2008. Selanjutnya pada tahun 2009, rata-rata tarif CEPT turun menjadi 1,9 persen.
Selain berkomitmen dalam perjanjian AFTA, Indonesia juga berkomitmen dalam perjanjian secara bilateral dan regional dengan beberapa negara lainnya.
Misalnya, dalam perjanjian perdagangan ASEAN-China FTA dan ASEAN-Korea FTA serta kerjasama ekonomi kemitraan Indonesia-Jepang melalui skema IJ-EPA.
Untuk mendukung perjanjian tersebut, sejak tahun 2005, Indonesia telah mulai menurunkan tarif BM secara bertahap untuk 90 persen produk kategori normal track hingga menjadi nol persen pada tahun 2010 atau selambat-lambatnya tahun 2012.
Sementara itu penerimaan BM pada tahun 2009 ini diperkirakan hanya mencapai Rp18,6 triliun, atau turun sebesar 18,2 persen dibanding dengan realisasi tahun 2008. Penurunan itu karena berkurangnya volume dan nilai impor sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi.
Sedangkan untuk tahun 2010, pemerintah menetapkan target penerimaan BM sebesar Rp19,5 triliun setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti pertumbuhan ekonomi dalam negeri, nilai tukar rupiah tarif rata-rata, nilai devisa bayar, dan bertambahnya komitmen kerjasama perdagangan internasional melalui skema FTA.
Target penerimaan BM sebesar Rp19,5 triliun itu sudah termasuk di dalamnya pemberian fasilitas pembayaran BM ditanggung pemerintah (BMDTP) yang akan diberikan selama 2010 sebesar Rp3,0 triliun.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009