Makassar (ANTARA News) - Kantor Bank Indonesia (KBI) Makassar mempertanyakan keberadaan pecahan uang logam yang telah dikeluarkan karena sulit ditemukan.
"Uang pecahan logam yang ratusan peti dikeluarkan BI, hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya," kata Kasir Senior Muda BI, Basir Idar, di Makassar, Kamis.
Dia mengungkapkan, lemahnya regulasi tentang pembelakuan sanksi bagi masyarakat yang melakukan perusakan uang seperti melebur uang logam telah menyebabkan BI mengalami kerugian.
"Aturan BI tidak mengatur sanksi bagi peleburan pecahan uang logam, ini jelas-jelas merugikan BI," ungkapnya.
Apalagi, bahan baku tiga jenis pecahan uang logam terakhir yang dikeluarkan BI terbuat dari nikel, kemudian kuningan dan yang terakhir adalah aluminium.
Biaya pencetakan uang logam diakui cukup membebani anggaran negara, sehingga dibutuhkan kepeduliaan masyarakat untuk tidak merusak uang pecahan logam.
Data Cyber Museum BI menyebutkan, masih ada lima mata uang logam yang belum ditarik dari peredaran yakni uang logam pecahan Rp100 keluaran 1999, pecahan Rp1.000 keluaran 1993, pecahan Rp50 keluaran 1991, pecahan Rp500 keluaran 1997, dan pecahan Rp500 keluaran 1991.
Data tersebut tidak menyertakan persentase komposisi campuran logam sehingga tidak mungkin untuk menghitung nilai jual bahan pembentuknya. Namun, uang logam Rp100 keluaran 1999 terbuat dari aluminium seberat 1.79 gram.
Harga satu ton aluminium di Pasar Logam London adalah 2813,14 dolar AS atau kurang lebih Rp25.526.910, dengan demikian satu gram aluminium berharga kurang lebih Rp25,5, atau 1.79 gram berharga kurang lebih Rp45,7.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009