Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Advokat Indonesia Pengawas Konstitusi (PAIP-Konstitusi) menyarankan Komisi Pemilihan Umum agar menempuh upaya hukum peninjauan kembali putusan Mahkamah Agung (MA), meskipun KPU telah mengambil sikap atas putusan itu.

PAIP-Konstitusi, di Jakarta, Kamis, yang diwakili oleh Petrus Selestinus berpendapat, untuk mengatasi masalah hukum yang ditimbulkan oleh putusan MA harus diselesaikan melalui upaya hukum juga.

"Masalah hukum harus diselesaikan melalui prosedur hukum, bukan dengan cara politis yang seringkali terjebak dengan `menyelesaikan masalah dengan masalah`," katanya didampingi anggota dari PAIP-Konstitusi saat bertemu dengan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di Gedung KPU.

Petrus menjelaskan, putusan MA Nomor 15 P/HUM/2009 tanggal 18 Juni yang menyatakan antara lain, pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 bertentangan dengan pasal 205 ayat (4) UU 10/2008 tentang pemilu, dinilai janggal.

Alasannya, MA memutuskan membatalkan pasal dari peraturan KPU yang telah diubah.

Pasal 23 ayat (1) dan (3) peraturan KPU 15/2009 telah diubah dan ditambah pada peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2009 tentang pedoman teknis tata cara penetapan perolehan kursi. Pasal tersebut mengatur tentang penghitungan kursi anggota DPR tahap kedua.

Selain itu, Petrus juga mengatakan, kejanggalan yang lain dari putusan MA adalah putusan tersebut melanggar asas karena permohonan uji materi yang diajukan oleh subjek hukum dan objek hukum yang sama serta di pengadilan yang sama tingkatnya, seharusnya ditolak.

Putusan MA Nomor 15 P/HUM/2009 dan 12 P/HUM/2009 merupakan putusan yang diajukan oleh subyek yang sama yaitu calon anggota legislatif Hasto Krityanto dalam putusan 12 P/HUM/2009 dan Zaenal Maarif dalam putusan 15 P/HUM/2009.

Kedua putusan tersebut juga memiliki objek hukum yang sama yaitu peraturan KPU 15/2009.

Namun, MA menjatuhkan putusan yang berbeda atas perkara yang sama dengan menolak permohonan pemohon Hasto Kristyanto dan mengabulkan permohonan pemohon Zaenal Maarif.

Namun, disisi lain, KPU dinilai melakukan pelanggaran karena tidak mengajukan jawaban atas permohonan keberatan hak uji materi yang diajukan oleh pemohon, ujarnya.

Dari empat permohonan uji materi peraturan KPU 15/2009, semuanya tidak dijawab oleh KPU.

Sementara itu, menanggapi tentang saran untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan MA tersebut, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, menghargai setiap saran yang diberikan.

Hafiz menjelaskan, sebelumnya KPU telah berdiskusi dengan Hakim Agung mengenai putusan MA tersebut.

Dari hasil diskusi itu dapat disimpulkan bahwa putusan MA berlaku sejak tanggal ditetapkan dan keputusan KPU yang ditetapkan sebelum putusan dikeluarkan tetap sah.

Saat ini, lanjut dia, pihaknya masih menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi soal uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 pasal 205 ayat (4) yang nantinya menjadi dasar penguat bagi KPU mengenai penghitungan kursi tahap kedua.

"Kita menunggu putusan MK soal pasal 205 (soal pembagian kursi anggota DPR). Sepertinya arahnya juga menyinggung intepretasi putusan Mahkamah Agung (MA)," katanya.

Pasal 205 ayat (4) itu memuat rumusan norma yang mengatur pembagian kursi tahap kedua.

Bunyi pasal tersebut, yakni, "Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap dua, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP DPR".(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009