belum ada pengakuan pembela HAM secara maksimal di ketentuan undang-undang
Jakarta (ANTARA) - Belum maksimalnya pemahaman akan pentingnya kehadiran pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup di masyarakat termasuk salah alasan mengapa masih muncul gugatan terhadap aktivis, kata Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah.
"Memang masih belum ada pengakuan pembela HAM secara maksimal di ketentuan undang-undang, itu penting dan menjadi persoalan sangat serius. Kemudian belum ada pemahaman pemerintah dan publik akan peran serta dan kehadiran pembela HAM," kata Hairansyah dalam diskusi online soal perlindungan hukum pembela HAM dan lingkungan hidup di Jakarta, Senin.
Menurut dia, yang diperlukan adalah penguatan hukum untuk pembela HAM dan aktivis lingkungan hidup untuk menghindarkan mereka menjadi target akibat aktivitas advokasi mereka.
Baca juga: Komnas HAM catat delapan penanganan COVID-19 berpotensi langgar HAM
Baca juga: Sejumlah aktivis minta Komnas HAM beri Veronica Koman perlindungan
Selain itu, penguatan lembaga non-struktural seperti Komnas HAM, Ombudsman dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan ada pengawasan yang nyata. Jaringan dan solidaritas juga diperlukan untuk memastikan perlindungan terhadap aktivis terjadi.
Tapi salah satu yang paling penting adalah penguatan kesadaran masyarakat akan pentingnya advokasi HAM, ujar Hairansyah di diskusi yang diadakan lembaga non-pemerintah Auriga Nusantara itu.
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin, yang mengatakan belum adanya perlindungan yang cukup terkait aktivis HAM dan lingkungan hidup.
Baca juga: LPSK menawarkan perlindungan aktivis lingkungan NTB korban penyerangan
Baca juga: Aktivis Papua Barat ajukan perlindungan ke LPSK
Dia memberikan contoh bagaimana pakar kehutanan Basuki Wasis dan pakar kebakaran hutan Bambang Hero Saharjo yang sempat digugat karena memberikan keterangan ahli dalam kasus lingkungan hidup.
Kedua akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menjadi saksi ahli dalam dua kasus yang berbeda. Hal itu patut menjadi sorotan, kata Asep, mengingat setiap ahli yang memberikan keterangan di persidangan seharusnya tidak dapat digugat secara perdata atau pidana.
"Melihat kondisi sekarang menjadi sangat penting untuk merealisasikan ide sebelumnya terkait merevisi undang-undang HAM untuk memberikan tempat tersendiri bagi perlindungan pembela HAM," kata dia.
Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang HAM meski belum ada aturan secara spesifik terkait perlindungan bagi aktivis.
Baca juga: Aktivis Lampung tanda tangani petisi pemenuhan HAM
Baca juga: LPSK terima permohonan perlindungan saksi kasus Lumajang
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020