Jakarta (ANTARA) - Persoalan ketidaktersediaan fasilitas pemusnah limbah medis di wilayah terpencil menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) di masa darurat percepatan penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Rapat Koordinasi Regional (RAKOREG) Pengelolaan Limbah Medis Masa Pandemi COVID-19 yang digelar KLHK secara virtual bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi, seluruh DLH Kabupaten/Kota dan Kementerian Kesehatan,
di Jakarta, Senin, menyatakan salah satu kendala yang mengemuka untuk wilayah terpencil adalah ketidaktersediaan fasilitas pemusnah limbah medis.
Hadir juga pada rapat itu Bareskrim, Pusat Pengendalian dan Pembangunan Ekoregion dan Rumah Sakit Rujukan di 6 region yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi serta Maluku dan Papua, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati.
DLH diminta mendukung dan membantu fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) dalam melakukan tata cara penguburan sesuai Pemenlhk Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Baca juga: DLH DKI sudah tangani 200 kilogram limbah medis selama COVID-19
Baca juga: DLH Kepulauan Seribu musnahkan 9 kilogram sampah medis dan B3
Limbah medis merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang wajib dikelola baik masa normal, terlebih di masa darurat pandemi COVID-19. Pemusnahan limbah infeksius tersebut secara tepat dan benar sangat penting, untuk memutus mata rantai penularan dan menekan penyebaran COVID-19.
Saat ini, limbah medis tidak hanya dari RS Rujukan dan RS Darurat COVID-19, namun dapat bersumber dari masyarakat/rumah tangga Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) seperti limbah masker bekas dan Alat Pelindung Diri (APD) bekas.
Vivien Ratnawati mengatakan jumlah limbah medis dari pandemi COVID-19 ini meningkat 30 persen, sedangkan kapasitas pengolahan limbah B3 medis di beberapa daerah terutama di luar Jawa masih terbatas.
Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 KLHK Sinta Saptarina Soemiarno pada kesempatan yang sama menuturkan bahwa respon dan upaya solusi pemecahan kesenjangan kapasitas pemusnahan limbah medis lainnya adalah pembangunan 32 Fasilitas Pemusnah Limbah B3 medis di 2020-2024 dengan APBN KLHK yang akan diserahkan dan dikelola oleh Pemda.
Keberadaan Fasilitas ini juga bertujuan untuk mendukung Fasyankes agar fokus meningkatkan pelayanan medis bagi masyarakat. Sistem monitoring kinerja fasilitas ini juga menjadi prioritas pemantauan KLHK.
Selanjutnya, Pemda diharapkan dapat memenuhi empat persyaratan antara lain ketersediaan lahan sesuai tata ruang, komitmen Pimpinan Daerah, unit pengelola dan dokumen lingkungan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Agung Budijono dalam waktu yang sama di Jakarta menerangkan bahwa Bareskrim Dit Tipiter sudah menginformasikan dan berkoordinasi ke seluruh Polda salah satunya dengan telegram terkait penanganan limbah medis COVID-19, sehingga daerah tidak perlu khawatir untuk pemusnahan limbah medis dengan incinerator selama masa pandemi.
Banyak best practice atau keteladanan yang ditunjukkan oleh para Kepala Dinas LH yang saling menginsipirasi dengan melibatkan 815 instansi ini (84 instansi di Maluku dan Papua, 97 instansi di Bali Nustra, 79 instansi di Kalimantan, 241 intansi di Jawa, 199 instansi di Sumatera serta 115 instansi di Sulawesi).*
Baca juga: Wagub: Limbah medis wisma atlet dimusnahkan secara khusus
Baca juga: Peneliti: Autoclave jadi opsi pengolahan limbah medis COVID-19
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020