Jakarta (ANTARA News) - Tinjauan Kebijakan Moneter yang dirilis Bank Indonesia, Rabu, mengumumkan cadangan devisa akhir Juli 2009 tercatat sebesar 57,4 miliar dolar AS atau setara dengan 5,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Cadangan devisa ini tercatat turun tipis dibandingkan akhir Juni yang mencapai 57,576 miliar dolar AS. Cadangan devisa tersebut diantaranya digunakan untuk membayar utang luar negeri dan melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan rupiah.

Seperti saat rupiah yang sempat tertekan sesaat ketika bom meledak di JW Marirot dan Ritz Charlton Hotel pada Jumat (17/7), namun rupiah kembali bergerak normal setelah BI melakukan intervensi.

Sedangkan bila dibandingkan pada Januari 2009, cadangan devisa telah meningkat sekitar enam miliar dolar AS dimana akhir Januari 2009 cadangan devisa tercatat 50,869 miliar dolar AS.

Menurut tinjauan moneter BI, cadangan devisa yang membaik terutama didorong oleh membaiknya perekonomian dunia dan aliran dana masuk ke Indonesia.

Membaiknya permintaan negara emerging markets juga mendorong kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diperkirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya.

Hal ini ditopang oleh membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang sehingga mendorong permintaan ekspor. Selain itu, perkembangan harga di pasar internasional yang kembali meningkat sejak pertengahan bulan Juli 2009 menumbuhkan optimisme akan dukungan terhadap kinerja ekspor selama triwulan III-2009.

Di sisi neraca modal dan finansial (TMF), kondisi pasar keuangan global yang kondusif, serta persepsi positif terhadap ekonomi domestik yang terjaga, telah mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio.

Penanaman dalam bentuk investasi langsung asing (foreign direct investment) juga diprakirakan masih akan berlangsung sejalan dengan berkurangnya keketatan likuiditas global dan prospek perekonomian domestik yang positif. Dengan berbagai perkembangan tersebut, NPI diprakirakan mencatat surplus lebih baik dari prakiraan sebelumnya.

Sementara itu, sentimen positif di pasar keuangan global telah mendorong apresiasi nilai tukar. Penguatan nilai tukar ditopang oleh meningkatnya pasokan valas sejalan dengan aliran masuk modal asing.

"Optimisme akan pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik sebagaimana tercermin pada transaksi berjalan yang surplus, cadangan devisa yang memadai, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, persepsi risiko yang membaik, serta kondisi sosial politik pasca Pilpres yang terkendali, telah menumbuhkan minat investasi terhadap aset di pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia," tulis tinjauan moneter BI tersebut.

Sentimen negatif yang sempat mencuat akibat aksi peledakan bom di Jakarta memengaruhi pergerakan nilai tukar namun hanya berlangsung sesaat. Dengan perkembangan tersebut, selama Juli 2009 nilai tukar rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 0,82 persen menjadi Rp10.098, dan pada akhir periode ditutup pada level Rp9.925 atau menguat 2,85 persen dibanding akhir bulan Juni 2009.

"Bank Indonesia memandang bahwa apresiasi rupiah tersebut masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009