Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus mengawasi upaya asing menguasai BUMN dan kekayaan Indonesia melalui cara privatisasi antara lain dengan mendukung orang-orang di pemerintahan maupun BUMN yang setuju privatisasi, kata pengamat ekonomi UGM Revrisond Baswir dan pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy.
"Awal masuknya (asing ke BUMN) adalah menaruh orang-orang (yang menyetujui privatisasi dan liberalisasi) di pemerintah dan BUMN," kata Noorsy yang juga mantan anggota DPR saat diskusi Urgensi Percepatan Reposisi Dekom Pertamina: Terkait Target RAPBN 2010, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, bahkan mereka sudah dibina sejak menjalani pendidikan di luar negri. Selain itu mereka juga diberi jabatan terlebih dahulu di badan dunia seperti IMF atau Bank Dunia.
Untuk saat ini Noorsy antara lain meminta masyarakat mewaspadai upaya asing masuk ke Pertamina melalui privatisasi atau liberalisasi di sektor migas.
Bukan tidak mungkin, katanya, ada pihak di Pertamina yang berupaya memuluskan atau mempunyai agenda privatisasi Pertamina atau liberalisasi.
Untuk itu rekam jejak pihak di Pertamina yang pernah memuluskan privatisasi atau liberalisasi di tempat lain perlu diperhatikan, katanya.
Sementara itu Revrisond Baswir mengatakan, privatisasi biasanya dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan pinjaman yang ujung-ujungnya bisa memuluskan upaya privatisasi.
Kemudian melakukan legalisasi atau membuat aturan yang mendukung privatisasi, dan menempatkan orang orang-orang yang mendukung privatisasi baik di eksekutif maupun BUMN.
Revrisond Baswir juga menolak privatisasi. Ia mengatakan, privatisasi BUMN pernah dijadikan salah satu penerimaan dalam APBN selain pajak dan deviden.
Namun krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara maju ada hikmahnya karena perusahaan asing berkurang minatnya membeli BUMN.
Namun, katanya, pada 2010 BUMN masih dibebani memberikan deviden yang tinggi sebagai salah satu penerimaan APBN. "BUMN sepertinya dipaksa bertanggung jawab juga terhadap masalah finansial," katanya lalu mengatakan, seharusnya, BUMN lebih besar diberi tanggungjawab kewajiban pelayanan publik.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009