Pangkalpinang (ANTARA News) - Pada musim kemarau sebanyak 500 orang warga Tua Tunu Kota Pangkalpinang dan sekitarnya memadati Sungai Tuatunu untuk mencari bijih timah.

"Semenjak ditemukan bijih timah di sepanjang aliran sungai Tuatunu, ratusan warga Tuatunu dan sekitarnya beralih profesi mencari bijih timah dengan menggunakan cara tradisional seperti menyelam dan mengali tanah di pingiran sungai dengan cangkul," ujar Nurdin, di Tuatunu, Senin.

Ia mengatakan, keberadaan bijih timah di sungai Tuatunu datang dan ditemukan secara tidak sengaja, padahal sebelumnya bijih timah di Tuatunu tidak pernah ada, berdasarkan hasil penelitian pemerintah, pengusaha dan masyarakat yang berprofesi sebagai pencari timah.

"Keberadaan bijih timah ini merupakan keajaiban dan suatu rezeki yang dilimpahkan Tuhan ke masyarakat Tuatunu yang rata-rata berprofesi petani sayur, karet dan berdagang," ujarnya.

Ia menjelaskan, bijih timah pertama kali ditemukan oleh petani sayur saat membuat sumur di pinggir sungai dan sumur itu akan digunakan untuk menyirami sayur-sayurnya, pada saat mengali petani itu menemukan butir-butiran hitam dan saat ditelitinya ternyata butiran hitam itu adalah bijih timah.

"Awalnya petani itu secara sembunyi-sembunyi mengambil timah itu dengan menggunakan ember dan piring dan masyarakat mengetahuinya, saat petani itu menjual hasil timah yang dilakukannya secara diam diam itu," ujarnya.

Ia mengatakan, bijih timah yang ditemukan itu memiliki Sn kandungan timah yang bagus sehingga warga berlomba-lomba mencari bijih timah itu. Minimal dalam sehari tiap warga bisa mendapatkan satu hingga dua kilogram bijih timah.

Harga bijih timah merangkak naik mencapai Rp75 ribu per kilogram jika dibandingkan harga pada saat krisis ekonomi global Rp15 ribu per kilogram, namun para pedagang pengumpul yang langsung membeli bijih timah ke lokasi hanya Rp40 ribu hingga Rp45 ribu per kilogram karena bijih timah masih da campuran pasir.

Ia mengatakan, peralatan untuk mencari timah hanya boleh menggunakan ember, piring, cangkul dan lainnya sedangkan menggunakan mesin tidak diperbolehkan karena akan merusak lingkungan.

"Ini merupakan kurnia dari tuhan, oleh karenanya tiap masyarakat boleh mencarinya dengan syarat tidak boleh menggunakan mesin karena bagi masyarakat tidak mampu membeli mesin tidak bisa mencari timah," ujarnya.

Demikian juga yang dikatakan Sarnubi, pencari timah lainnya, mengaku, mencari timah hanya sebagai pekerjaan sampingan saja.

"Saya tiap hari tetap menyadap karet dan memelihara sayur-mayur karena pekerjaan itu sudah puluhan tahun saya tekuni jadi mencari timah hanya kerjaan sampingan saja," ujarnya.

Ia mengaku, belum mengerti cara mencari bijih timah karena baru kali ini merasakan mencari timah, semenjak ditemukan bijih timah di sepanjang sungai Tuatunu.

"Lumayan lah untuk uang tambahan sekolah anak karena hasil yang didapatkan terkadang dapat satu hingga dua kilogram dengan hasil Rp100 ribu perhari," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009