Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan ekonomi tahun depan yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2010 sebesar lima persen, dinilai seorang ekonom terlalu berhati-hati atau konservatif.
"Konservatif. Pertumbuhan ekonomi mestinya bisa 5,5 persen. Kalau cuma lima persen, terlalu mudah dicapai, meski ada kendala krisis global," kata Kepala Ekonom BNI Tony A. Prasetyantono saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2010 dan Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna Luar Biasa DPR.
Salah satunya, Presiden Yudhoyono menyebut target pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya lima persen.
Menurut Tony, dengan hanya mengandalkan pasar domestik saja, setidaknya Indonesia bisa tumbuh 3,5 persen.
"Jadi, target lima persen itu belum menantang, tidak challenging. Kurang inspiratif dan kurang memotivasi kita untuk bekerja keras," katanya.
Hal itu, lannjutnya, juga diperparah dengan defisit anggaran 1,6 persen terhadap PDB juga mencerminkan sikap konservatisme karena sebenarnya batas amannya adalah 2 persen.
Kemudian, tegasnya, soal pembiayaan defisit dari luar negeri sebesar Rp9,9 triliun, dia menilai, hal itu masih bisa dilakukan, meski likuiditas bakal banyak tersedot ke AS.
"Amerika Serikat 'kan juga sedang getol menjual obligasi pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, dia menilai, melalui RAPBN 2010 itu, pemerintah seakan berpesan bahwa kurang memiiliki kemampuan untuk memberi stimulus ekonomi.
"Karenanya kita sangat berharap dari investasi dan konsumsi swasta, yang harus dibantu melalui penurunan suku bunga bank," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009