"Tahun depan (2010) ekonomi global terutama di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa diperkirakan pulih. Ini akan berdampak positif bagi ekonomi nasional," kata pengamat ekonomi UGM Sri Adiningsih kepada ANTARA News di Jakarta, Senin.
Pernyataan Adiningsih tersebut sejalan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pidato Pengantar RAPBN 2010 dan Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna Luar Biasa DPR-RI, di Gedung MPR/DPR, yang optimistis pertumbuhan ekonomi melampaui kisaran lima persen.
Ia menjelaskan, krisis keuangan global saat ini belum sepenuhnya pulih tercermin dari pertumbuhan negatif di sejumlah negara.
Namun Indonesia ujarnya, justru mampu mencapai pertumbuhan positif di kisaran 4,5 pada tahun 2009.
Menurutnya, pemulihan ekonomi global berpotensi meningkatkan kembali harga produk-produk primer terutama berbasis sumber daya alam seperti minyak sawit, bahan tambang, dan minyak dan gas.
Dalam jangka pendek fokus utama Indonesia adalah menghadapi Asean Free Trade Area (AFTA) yang dimulai diimplementasikan tahun 2010.
Tantangan akan bertambah besar, karena produk-produk dari negara asing akan makin mudah masuk ke dalam negeri.
"Kalau daya saing produk lokal tidak bisa mengimbangi produk asing, ditambah jika pemerintah tidak mampu menelurkan kebijakan mengatasi produk-produk illegal bukan tidak mungkin peluang yang seharusnya didapat justru menghancurkan industri dalam negeri," tegasnya.
Sesungguhnya tandas Adiningsih, di tengah krisis ekonomi saat ini Indonesia masih memiliki pasar dari jumlah penduduk yang besar, tenaga kerja yang produktif.
Potensi dalam negeri yang juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi adalah berlanjutnya restrukturisasi dan reformasi ekonomi yang mendorong daya saing dunia usaha.
"Restrukturisasi masih berlanjut, dan saat ini industri dalam negeri belum full capacity (kapasitas penuh) sehingga diperkirakan mampu memenuhi lonjakan permintaan," tegasnya.
Pada RAPBN 2010 asumsi tingkat inflasi tahunan (year on year) sebesar 5 persen, lebih rendah dari asumsi RAPBN 2009 mencapai 6 persen.
"Target inflasi lima persen rasanya sulit terealisasi, bahkan bisa melewati angkat 7 persen," ujarnya.
Akan tetapi yang penting saat ini diutarakan Adiningsih, adalah bagaimana stimulus ekonomi yang saat ini berlangsung tetap dilanjutkan demi mendorong daya saing produk-produk manufaktur, dan menggerakkan infrastruktur. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009