Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menilai defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih aman dan tepat bagi perekonomian Indonesia tahun depan.

"Defisit RAPBN 2010 sebesar 1,6 persen dari PDB masih cukup aman dan tepat bagi perekonomian kita yang masih dalam tahap pemulihan akibat imbas krisis global," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Penyampaian RAPBN 2010 dan Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna Luar Biasa DPR di Gedung MPR/DPR Jakarta, Senin.

Menurut Presiden, defisit sebesar itu juga aman bagi pelaksanaan program-program pembangunan yang sangat penting.

Pemerintah akan mengambil berbagai kebijakan untuk memenuhi pembiayaan defisit itu yaitu pertama, mengupayakan pinjaman dengan persyaratan lunak, yakni untuk jangka panjang dan dengan biaya relatif ringan.

Kedua, mengutamakan penerbitan surat berharga negara (SBN) rupiah di pasar dalam negeri, guna pengembangan pasar modal dan membantu pengelolaan likuiditas pasar.

Ketiga, membuka akses sumber pembiayaan di pasar internasional, seperti global bond, sukuk global, dan lainnya untuk meningkatkan posisi tawar Pemerintah dalam penarikan pinjaman.

Keempat, penarikan pinjaman siaga yang telah menjadi komitmen lembaga keuangan internasional dan yang belum dapat direalisasikan di tahun 2009.

Presiden menegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang nyata dalam menetapkan kebijakan yang tepat berkaitan dengan utang pemerintah, dengan senantiasa mengacu kepada prinsip kehati-hatian dan azas manfaat.

Kebijakan ini ditetapkan agar pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk upaya mengatasi krisis ekonomi dewasa ini, mendapatkan pembiayaan semestinya.

Pemerintah juga senantiasa menjaga rasio hutang terhadap pendapatan nasional dan kemampuan negara untuk membayarnya, yang dalam perkembangannya rasio ini makin baik angkanya. Kebijakan itu ditempuh dengan sama sekali tidak mengorbankan kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik RI.

Sumber Pembiayaan

Presiden menyebutkan, untuk membiayai defisit anggaran yang direncanakan sebesar Rp98,0 triliun atau 1,6 persen dari PDB dalam RAPBN tahun 2010, pemerintah merencanakan untuk menggunakan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sekitar Rp107,9 triliun, dan pembiayaan luar negeri neto diperkirakan sebesar negatif Rp9,9 triliun.

"Dengan kata lain, stok utang luar negeri kita menurun, yang berarti ketergantungan kita kepada luar negeri juga terus menurun," kata Presiden.

Dalam mengatasi krisis global, pemerintah juga berketetapan untuk tidak menggunakan bantuan dana IMF sebagaimana yang dilakukan dalam krisis 1998. Pemerintah telah mengupayakan kerjasama pendanaan siaga yang lebih bermartabat dan tetap menjamin kedaulatan ekonomi nasional.

Kebijakan pembiayaan anggaran dalam tahun 2010 tersebut tidak hanya bertujuan untuk memperkuat tingkat kemandirian dan mengurangi ketergantungan sumber pembiayaan luar negeri, namun juga ditujukan untuk mendorong pengelolaan utang yang berhati-hati, terencana, transparan, dan akuntabel.

Dengan kebutuhan pembiayaan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, rasio utang pemerintah terhadap PDB pada akhir tahun 2010 diperkirakan akan menurun dari sekitar 57 persen pada tahun 2004, menjadi sekitar 30 persen pada tahun 2010.

"Kita patut bersyukur bahwa angka ini adalah rasio utang terendah sejak era reformasi," katanya.

Penurunan rasio utang pemerintah itu akan makin memperkuat struktur ketahanan fiskal, sejalan dengan tujuan untuk mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan.

Selain itu, penurunan rasio utang ini, membuktikan tekad untuk membangun Indonesia dengan semaksimal mungkin menggunakan sumber daya sendiri.

"Dengan demikian, suatu saat nanti kita dapat bangga menyampaikan kepada generasi penerus, anak cucu kita, bahwa kita mewariskan negara dengan kekayaan yang makin meningkat, kemakmuran yang lebih merata, dan utang yang makin kecil atau bahkan tidak ada," kata Presiden. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009