“Hal itu demi mencegah virus corona tidak terus menyebar ke tempat-tempat lain. Jadi harus dipahami bahwa yang dilarang itu bukan Jumatan atau shalat Jumat dan juga shalat Ied-nya, tetapi perkumpulannya itu yang dilarang dan saya kira itu berguna. Jadi beribadah dari rumah itu tidak mengurangi kekhusyukan kita, malah menjadikan rumah sebagai ruang ibadah privat kita kepada Allah,” ucap doktor di bidang Tafsir Al Quran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: LPOI dukung kebijakan pemerintah tangani penyebaran COVID-19
Kiai Moqsith menyebutkan bahwa Nabi Muhammad di dalam Al Quran mengatakan bahwa "Jangan jadikan rumahmu itu seperti kuburan, yang tidak dipakai untuk shalat, tidak dipakai untuk baca Quran, tidak dipakai untuk mendidik anak-anak, tidak dijadikan sebagai keluarga sakinah mawadah warohmah".
“Jadi COVID-19 ini memberikan efek positif juga untuk menghidupkan keluarga kita. Kalau keluarga kita menjadi keluarga yang baik, maka lingkungan kita juga dapat menjadi lingkungan yang baik, mulai di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi lalu seluruh rakyat Indonesia. Jadi dimulai dari yang paling kecil hingga besar ini,” ucap lulusan pascasarjana di bidang Tasawuf Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) tersebut juga menyampaikan bahwa di bulan Ramadhan ini ada kewajiban untuk membayar zakat fitrah, di samping juga bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat mal.
Baca juga: Menag ingatkan ibadah Ramadhan tetap di rumah
“Zakat fitrah, kita tahu itu diperuntukkan buat mereka yang tidak punya, yang dikeluarkan menurut mazhab Syafii adalah berupa makanan pokok. Di mana makanan pokok kita di Indonesia adalah beras, yang di Timur Tengah pada zaman Nabi mengeluarkan gandum. Zakat fitrah itu kita salurkan kepada yang tidak mampu, Dengan cara begitu maka kemudian kepedulian itu bisa dibangun,” ujar peneliti di Wahid Institut Jakarta itu.
Selain itu, sebagai upaya menjaga perdamaian di tengah pandemi ini, Kiai Moqsith menuturkan bahwa masyarakat harus bisa mengendalikan diri untuk tidak menyebarkan hoaks. Jangan sampai nanti orang bisa meninggal bukan karena virus corona, tetapi karena ketakutan terhadap hoaks yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
”Jadi jangan saling menyalahkan, jangan memprovokasi dan juga terprovokasi, karena hal itu bisa menimbulkan ketidaktenteraman, yang bisa berujung pada kekerasan dan anarki sehingga tidak ada perdamaian,” kata alumnus pondok Pesantren Salafiyah al-Shafi-’iyyah, Situbondo, Jawa Timur, itu.
Baca juga: Imam Besar Istiqlal imbau muslim kerjakan amaliah Ramadhan di rumah
Menurut dia, setiap orang justru harus saling bantu membantu untuk menghentikan persebaran COVID-19 ini. Provokasi dan hoaks ataupun hal-hal yang tidak produktif hanya akan memperburuk keadaan bangsa ini.
Ia mengatakan tidak ada pilihan lain bagi seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia untuk saling bergotong-royong, bahu-membahu membantu satu sama lain dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini.
“Jadi yang punya uang bisa membantu dengan uang. Yang punya ilmu seperti tenaga medis bisa membantu dengan ilmunya. Yang punya kemampuan di bidang agama harus bisa mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perkumpulan-perkumpulan yang menyebabkan tersebarnya virus itu,” ujarnya.
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020