Penyalurannya dapat disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing. Bisa berupa sembako atau lainnya

Madiun (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) menganggarkan dana sebesar Rp600 miliar untuk pemberian suntikan dana bantuan program pangan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dampak COVID-19 bagi seluruh kabupaten/kota di wilayah setempat.

Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan program bantuan pangan JPS tersebut disalurkan melalui belanja tidak terduga kepada kota/kabupaten di seluruh Jatim.

"Mekanismenya diserahkan kepada masing-masing bupati/wali kota. Penyalurannya dapat disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing. Bisa berupa sembako atau lainnya," ujar Emil dalam kegiatan penandatanganan perjanjian kerja sama (MoU) pemberian bantuan pangan JPS dampak COVID-19 di Kantor Bakorwil Madiun, Jumat.

Ia mengatakan melalui program tersebut pemprov ingin pemerintah kabupaten/kota memberikan bantuan secara tepat sasaran, khususnya, bagi warga terdampak COVID-19 yang keadaan ekonominya rentan dan belum mendapatkan bantuan dari manapun.

"Kami harap bantuan ini bisa merata. Ada 3,8 juta rakyat Jatim yang telah mendapatkan bantuan dari Kemensos. Jadi, yang dari Jatim ini diharapkan bisa mengcover di luar itu," katanya.

Baca juga: Kemenkeu: Lebih baik duplikasi bansos daripada ada yang tidak terima

Sesuai ketentuan, nilai bantuan pangan JPS bagi masyarakat yang ekonominya terdampak COVID-19 tersebut sebesar Rp200.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bantuan tersebut diserahkan selama tiga bulan, yakni mulai bulan Mei sampai Juli 2020.

Pemprov Jatim juga mempersilakan jika pemerintah kabupaten/kota ingin menambah jumlah besaran bantuan bagi rakyatnya, sehingga jumlah bantuan yang diberikan lebih banyak dan penerimanya lebih merata.

"Jadi jika tiap kabupaten/kota juga ikut memberikan bantuan lewat realokasi dan refocusing anggaran yang sudah dilakukan serta ditambah bantuan dari anggaran Dana Desa 35 persen maka jumlah total keluarga di Jatim yang menerima bantuan sudah mencapai hampir 60 persen. Tentunya kita harap tidak akan ada data yang tumpang tindih," kata Emil.

Baca juga: Akademisi: Perlu pembaruan data penerima bansos akibat COVID-19

Baca juga: Cegah politisasi bansos COVID-19, Perludem: Kemendagri buat aturan

Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020