"Jangan sampai pemerintah terlindas oleh Blackberry karena penjualannya di sini luar biasa pesat," kata pakar telematika Roy Suryo sekaligus pembina LIRA dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Roy mengatakan kenaikan persentase pengguna Blackberry mencapai 500 persen sejak pertama kali muncul pada 2005 yang pada saat itu izin importasi masih dipegang oleh satu operator saja.
Pihaknya mengimbau agar pemerintah, dalam hal ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) bersikap tegas terhadap RIM untuk serius membangun pusat layanan purna jual (service center) dengan standar yang berlaku.
"Pengguna BB (Blackberry) di Indonesia sudah sekitar 500 ribu namun untuk menservis harus ke negara tetangga," ujarnya.
Hal lain yang juga disinggung adalah ketegasan badan regulator untuk menetapkan peraturan penolakan aplikasi permohonan sertifikasi produk BB, apabila pusat layanan purna jual belum dibentuk, yang semula ditetapkan paling lambat 16 Juli lalu dimundurkan menjadi 21 Agustus.
"Kami dukung pemerintah untuk tegas, namun regulator tidak konsisten dalam menerapkan peraturan tanggal," ujarnya.
Roy menambahkan hal ini bukan hanya tentang sebagian masyarakat yang dianggap mampu membeli produk yang berharga sekitar Rp6 juta itu tapi menyangkut kebijakan yang harus diluruskan sehubungan tiga operator yang diperkirakan siap menyusul untuk mengeluarkan Blackberry CDMA (code division multiple access), memberikan akses pemakaian pada banyak pengguna pada frekuensi dan waktu yang sama, dengan kisaran harga Rp2 juta.
"Jangan sampai pemerintah kesannya tidak siap, ya sudah menerima apa adanya sajalah, kasihan masyarakat nantinya," katanya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009