Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengharapkan kepada pemerintah untuk tidak mencari-cari alasan untuk menghambat pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

"Seharusnya pemerintah melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tipikor mesti disahkan dengan batas waktu hingga 19 Desember 2009," kata Febri di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta dalam jumpa pers dengan wartawan di Kantor Depkum HAM mengungkapkan berbagai hal yang menjadi penyebab RUU Tipikor belum diundangkan.

Andi mengatakan, adanya dualisme pengadilan yang sama-sama menangani kasus korupsi adalah inkonstitusional sebagaimana yang diputuskan MK beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal ini, Febri Diansyah mengatakan, putusan MK justru menyatakan secara tegas bahwa Pengadilan Tipikor konstitusional karena itu harus segera disusun uu khusus (UU Tipikor).

Dia mengatakan, MK juga pernah mengatakan agar tidak terjadi dualisme maka semua kasus korupsi baik yang diajukan jaksa ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diproses Pengadilan Tipikor. Dengan demikian, tidak ada lagi dualisme.

"Jadi seharusnya keputusan MK tersebut dilaksanakan bukan justru mengeluarkan pernyataan yang memperumit masalah," katanya.

Febri dalam pernyataannya baru-baru ini, mendesak DPR menuntaskan RUU Tipikor hingga berakhirnya masa tugas mereka 20 September 2009.

Febri juga mensinyalir "ditunda-tundanya" pengesahan RUU Pengadilan Tipikor sebagai upaya memperlemah eksistensi KPK.

"Kalau UU Pengadilan Tipikor tidak ada, KPK lemah. Imbasnya, pemberantasan korupsi akan kembali ke jaman dulu karena kasus-kasus yang ditangani KPK bermuara ke pengadilan umum," kata alumni Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu.

Ia lalu membeberkan catatan buram pemberantasan korupsi yang ditangani pengadilan umum. Data ICW 2005-2009 menunjukkan, dari 1421 kasus korupsi yang ditangani pengadilan, sebanyak 659 di antaranya divonis bebas.

"Jadi apabila pengadilan tipikor tidak ada, ini bencana bagi penegakan hukum khususnya terhadap kasus korupsi di Indonesia," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009