Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Kamis mengajukan permohonan judicial review Pasal 205 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan dari PPP dilakukan melalui Masyarakat Hukum Indonesia (MHI), sedangkan Partai Hanura melalui kuasa hukumnya, Andi M Asrun.
Direktur Eksekutif MHI, AH Wakil Kamal, menyatakan, ketentuan Pasal 205 ayat (4) tersebut, rumusan normanya tidak sempurna sehingga terdapat celah untuk munculnya banyak penafsiran.
"Puncaknya sejak terbitnya putusan MA Nomor 15P/Hum/2009 dalam perkara permohonan hak uji materiil antara Zaenal Ma`arif cs melawan Ketua KPU," katanya.
Pasal 205 ayat (4) itu, memuat rumusan norma yang mengatur pembagian kursi tahap kedua.
Bunyi pasal tersebut, yakni, Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap dua, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP DPR.
"Bahkan setelah terbitnya putusan MA tersebut, semakin banyak perbedaan penafsiran sesuai dengan kepentingan politik masing-masing," katanya.
Karena itu, pihaknya meminta MK untuk segera memutus permohonan judicial review tersebut, mengingat telah mendekati pelaksanaan pelantikan anggota DPR RI.
Hal senada dikatakan oleh kuasa hukum Partai Hanura, Andi M Asrun, yang meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 205 ayat (4) UU Pileg itu, bersifat tidak mengikat.
"Keberadaan pasal itu sudah menguntungkan bagi parpol besar," katanya.
Terlebih lagi, kata dia, soal penghitungan itu sudah diatur pula di dalam Pasal 205 ayat (5), (6) dan (7).
"Kami mengharapkan MK untuk memulai persidangan pada Senin (4/8)," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009