Sekretaris Jendral PHRI Nurul Fahmi di Banjarmasin Kamis mengatakan, perhotelan menjadi salah satu usaha yang paling terpukul selama pandemi COVID-19.
Sehingga pemilik dan pengelola harus berani mengambil langkah-langkah strategis agar kerugian akibat pandemi ini tidak semakin besar.
"Saat ini, usaha perhotelan tidak lagi mencari untung, tetapi bagaimana caranya jangan sampai mengalami kerugian yang semakin parah," katanya.
Baca juga: PHRI: mayoritas pengusaha hotel tak sanggup bayar THR
Membantu meringankan beban pengeloala hotel, PHRI kini sedang berjuang, agar mendapatkan keringanan abonemen listrik.
"Nilai abonemennya cukup tinggi, bisa mencapai Rp50 juta per bulan," katanya.
Selain itu, beberapa upaya kreatif juga terus dikembangkan oleh pengelola hotel, antara lain dengan membuka paket karantina mandiri.
Fahmi menandaskan, tamu karantina mandiri yang diterima di hotel bukan tamu yang positif, tetapi tamu yang baru datang dari luar, dan diwajibkan oleh pemerintah untuk karantina.
Tamu-tamu tersebut, biasanya merupakan tamu dari tambang, maupun tamu luar yang sedang melakukan perjalanan bisnis atau tugas luar.
Baca juga: Ketua PHRI: Kartu Prakerja tak tepat untuk karyawan hotel dan restoran
Seperti paket yang ada di Hotel Rodita, memberikan paket untuk karantina mandiri mulai dari Rp350 ribu hingga Rp400 ribu per kamar per hari.
Paket tersebut, sudah termasuk satu kamar superior dengan fasilitas tiga kali makan diantar ke kamar dan laundry.
Paket tersebut, minimal adalah 14 hari.
"Paket ini kami tawarkan, untuk mengatasi sepinya tamu yang terjadi selama COVID-19. Tamu yang kami tawarkan adalah para pekerja tambang batu bara," katanya.
Pewarta: Ulul Maskuriah/Latif Thohir
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020