Penjualan di warung-warung dan toko jajanan akhir-akhir ini agak seret. Kami terpaksa mengurangi volume produksi
Tulungagung (ANTARA) - UKM jajanan tradisional di Tulungagung, Jawa Timur, mengeluhkan tren penurunan produksi hingga kisaran 50 persen akibat pandemi COVID-19 padahal biasanya menjelang Lebaran produksi bisa meningkat.
"Penjualan di warung-warung dan toko jajanan akhir-akhir ini agak seret. Kami terpaksa mengurangi volume produksi," kata Sutrisno, salah satu pelaku UKM jajanan tradisional walangan di Desa Tapan, Tulungagung, Rabu.
Pada periode yang sama Lebaran tahun lalu, tutur Sutrisno, rumah industrinya masih mampu menjual jajanan walangan sekitar 25 bal yang memiliki bobot setara 30 kilogram. Namun saat ini yang bisa mereka edarkan ke agen dan pedagang tinggal sekitar 13 bal.
UKM milik Sutrisno sebenarnya sudah memproduksi walangan yang merupakan camilan berbasis ubi jalar atau ketela itu untuk kebutuhan jajanan Lebaran yang tinggal 10 hari lagi. Sayangnya, permintaan pasar tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
Akibatnya, jumlah pekerja terpaksa mereka pangkas. Ia mengatakan jika dulu jelang Lebaran jumlah buruh produksi harian ada sekitar 30 orang, kini yang jasa yang digunakan tinggal belasan saja.
Baca juga: Tiga tips agar UKM bertahan di tengah pandemi
Penjualan roti kacang milik Sutrisno bahkan nyaris berhenti sama sekali. Jajan roti berbahan kacang yang dikirim di toko-toko dan warung penganan Lebaran banyak yang tertahan dan tak kunjung habis.
"Intensitas produksinya kami jeda beberapa hari, bahkan kadang sepekan agar barang tidak mubazir," katanya.
Kondisi serupa dikeluhkan sejumlah UKM jajanan alen-alen dan keripik tempe khas Trenggalek.
Sri Mawadah, pelaku UKM keripik tempe dan alen-alen di Bendorejo, mengatakan dulu jelang Lebaran seperti sekarang omzet bisa mencapai Rp20 juta hingga Rp100 juta hanya dalam sepekan. Omzet itu setara dengan 1 kuintal alen-alen matang dan 1 kuintal keripik tempe.
Baca juga: Kemenkop dan UKM gandeng BUMN dukung bisnis skala kecil
"Kini untuk mendapat penjualan Rp200 ribu per hari saja rasanya susah-payah," kata Sri Mawadah.
"Penurunannya bisa lebih dari 80 persen. Ramadhan ini benar-benar terpuruk," ujarnya lagi.
Berkurangnya pemudik yang melintas di jalur selatan Jawa Timur melalui Trenggalek juga menjadi salah satu penyebab hilangnya potensi pasar tahunan jajanan tradisional di Trenggalek itu.
Para pedagang kini hanya bisa berharap pandemi Corona cepat berakhir dan perekonomian kembali membaik sehingga daya beli masyarakat yang turun selama 2-3 bulan terakhir bisa pulih.
Baca juga: Teten Luncurkan Program Belanja di Warung Tetangga
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020