Brussel (ANTARA News/AFP) - Uni Eropa (EU) hari Senin memperpanjangmisi pengawas gencatan senjata di Georgia dan mengungkapkankekhawatiran bahwa Rusia menghalangi pengamat-pengamat lain bekerja dinegara itu.

Pada pertemuan di Brussel, para menteri luar negeriEU sepakat memperpanjang misi itu hingga 14 September 2010 karenakeberhasilan mereka dalam meningkatkan perdamaian dan stabilitas diGeorgia, hampir setahun setelah perang singkat negara itu dengan Rusiapada Agustus lalu.

Menteri-menteri EU itu "mendesak semua pihak mematuhi sepenuhnyakomitmen mereka, termasuk penarikan seluruh pasukan militer keposisi-posisi sebelum meletusnya permusuhan".

Mereka juga menuntut agar para pengamat -- yang memiliki personelkeamanan hampir 300 -- diberi "akses tanpa halangan... ke Abkhazia danOssetia Selatan, yang sejauh ini ditolak".

Pengamat-pemgamat EU melakukan patroli tetap di sepanjang perbatasan defakto dengan Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai bagian dariperjanjian gencatan senjata yang ditengahi EU setelah perang Agustus,namun mereka tidak memiliki mandat untuk memasuki wilayah-wilayahseparatis Georgia itu.

Rusia mengakui kedua wilayah itu sebagai negara-negara merdeka setelahkonflik tersebut, dan pemerintah pro-Moskow di sana menolak mengizinkanpara pengamat itu masuk.

Moskow juga menghalangi perpanjangan misi pengamat Organisasi Keamanandan Kerja Sama di Eropa (OSCE) untuk Georgia, sehingga misi EU itumerupakan satu-satunya kelompok yang mengawasi pelaksanaan gencatansenjata di wilayah tesebut.

Hubungan antara Rusia dan Barat mencapai titik terendah pasca PerangDingin setelah perang singkat Moskow tahun lalu dengan Georgiamenyangkut wilayah separatis Ossetia Selatan.

Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgiamenguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus 2008. Perang lima haripada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannyadengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diridari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.

Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara merekapada tahun lalu itu. Hubungan Rusia dengan negara-negara Barat memburuksetelah perang tersebut.

Selain Ossetia Selatan, Abkhazia juga memisahkan diri dari Georgia padaawal 1990-an. Kedua wilayah separatis itu bergantung hampir sepenuhnyapada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik.

Georgia tetap mengklaim kedaulatan atas kedua wilayah tersebut dan mendapat dukungan dari Barat

Ossetia Selatan pada 11 Maret menyatakan akan mengizinkan pasukan Rusiamenggunakan wilayah tersebut untuk pangkalan militer selama 99 tahun.

Pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh juga mengatakan sebelumnya pada Maret,provinsi itu akan segera menandatangani sebuah perjanjian yangmengizinkan Rusia membangun sebuah pangkalan di wilayah separatis lainGeorgia itu untuk kurun waktu 49 tahun.

Rencana Rusia untuk tetap menempatkan ribuan prajurit di Abkhazia danOssetia Selatan telah membuat marah Tbilisi dan sekutu-sekutuBarat-nya, yang mengatakan bahwa hal itu melanggar gencatan senjatayang mengakhiri perang.

Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.

Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgiayang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januariketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama merekayang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.

Nikaragua memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republikAbkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negaramerdeka dunia".(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009