Pekanbaru (ANTARA News) - Rona lelah tergambar jelas pada wajah Badrun, lelaki berkulit hitam berusia 33 tahun. Tampangnya lusuh senada dengan kemeja biru lengan pendek kucel yang dikenakannya, sehabis menempuh perjalanan jauh dari Tembilahan ke Pekanbaru selama lebih kurang tujuh jam.
"Saya risau dengan kondisi anak saya. Tidak pernah terbayangkan," katanya lirih membuka percakapan perihal anaknya yang berkepala dua, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru, akhir pekan lalu.
Istri Badrun, Nurhayati (23), melahirkan bayi pertama mereka melalui operasi caesar Kamis malam (23/7) di RSUD Puri Husada Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Namun, bayi lelakinya itu tidak normal karena berkepala dua.
"Saya tidak pernah menyangka bakal mendapat cobaan seperti ini," katanya serak seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menahan derita batin yang amat berat.
Sembilan tahun menikah dan siang malam berdoa agar ia memperoleh keturunan, darah dagingnya. Tetapi, begitu mendapatkan buah hatinya itu, ia malah harus menghadapi ujian yang dirasanya sangat berat.
"Ya Allah," lirih suara Badrun mengucapkan asmaNya.
Pikirannya mengawang bukan saja memikirkan bayi ganjilnya yang kini berada di ruang isolasi dijauhkan dari orang-orang yang keheranan, tetapi juga kondisi istrinya yang masih lemah sehabis melahirkan dan ketiadaan uang untuk mendanai perawatan anaknya itu.
Badrun bingung luar biasa, uang tidak ada, malu, berasa menjadi orang aneh karena mempunyai anak berfisik ganjil.
Saat ANTARA menawarkannya menginap di kantor kami yang letaknya tak jauh
dari RSUD Arifin Achmad, wajahnya terlihat cerah kembali karena dia merasa
tidak telantar lagi.
Sementara itu, setelah menjalani observasi di ruangan khusus di rumah sakit itu, bayi berkepala dua itu dibawa ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru untuk mendapat penanganan medis yang lebih baik.
"Anak saya sudah bertemu ibunya tetapi cuma sebentar, hanya lima menit dan langsung dibawa ke Pekanbaru. Istri saya tak sempat memeluk anaknya, hanya bisa melihat," kata Badrun.
Badrun mengaku belum sekalipun menyentuh kulit anak semata wayangnya itu,
meski berada dalam ambulans yang sama, selama perjalanan sekitar tujuh jam
dari Tembilahan ke Pekanbaru. Anaknya itu ditempatkan dalam kotak khusus.
Pria berperawakan kurus yang sehari-hari menjadi buruh tani kelapa di Desa Belanta Raya Kecamatan Gaung, Indragiri Hilir ini pasrah menerima kondisi dan masa depan anaknya, namun tetap saja ada harapan agar anaknya bisa bertubuh normal.
Dia mengisahkan mimpi aneh yang dialami istrinya saat usia kandungan tujuh bulan. istrinya bermimpi didatangi bayi berkepala dua dan memeluknya. Mimpinya itu kini menjadi kenyataan.
Selama hamil, istrinya tidak pernah mengeluh sakit, begitu hendak melahirkan dia memanggil dukun beranak dan bidan. Sayang, keduanya tidak mampu menolong Nurhayati karena bayinya bermasalah.
Dengan susah payah, Badrun membawa istri tercintanya yang menahan sakit luar biasa, menyusuri Sungai Indragiri menuju RSUD Puri Husada Tembilahan.
Di rumah sakit yang dikelola Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir itulah istrinya menjalani operasi caesar, karena tak mungkin bayi itu dikeluarkan lewat cara biasa, selain untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Sungguh Badrun tak membayangkan istrinya bakal melahirkan dengan cara seperti itu.
Badrun juga tak menyangka mimpi istrinya dua bulan lalu menjadi kenyataan, anaknya lahir berkepala dua.
Direktur Utama RSUD Puri Husada Tembilahan, Rasul Alim, mengungkapkan kelahirkan bayi berkepala dua ini merupakan kasus pertama di Indragiri Hilir.
Kondisi bayi dalam keadaan sehat. Bobotnya 3.200 gram, panjangnya 43 sentimeter. Badannya utuh satu, pun demikian dengan dua kaki, satu ginjal, satu jantung, satu paru-paru dan satu lubang anusnya, namun kepala, leher dan tulang belakangnya ada dua.
Bayi itu juga bertangan tiga. Satu tangan kecil berada di antara dua leher sang bayi. Tangan kecil itu memiliki dua jari.
"Tampaknya operasi pemisahan kepala akan sulit dilakukan melihat kondisi si bayi," kata Rasul. (*)
Oleh Evy R. Syamsir
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009