Jakarta (ANTARA) - Web seminar mengenai ilusi negara Islam yang ditayangkan dalam saluran YouTube International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) menyimpulkan bahwa memenangi narasi jauh lebih penting dari membuat kebijakan represif untuk mengatasi paham ekstremis beragama.
Hal itu diungkapkan akademisi dari Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Muhammad Iqbal Ahnaf, Selasa.
"Misi utamanya itu 'kan istilahnya itu mendelegitimasi tatanan politik yang ada. Jadi, apa yang mereka lakukan adalah mengeksploitasi krisis supaya krisis itu dimaknai sebagai kegagalan sistem," ujar Ahnaf.
Ia mencontohkan narasi itu seperti narasi yang menganggap pemerintah gagal menangani COVID-19, ada masalah kemiskinan, atau misalnya ada orang tidak bisa beli makan atau sakit tidak bisa berobat.
"Itu adalah isu-isu yang sangat disenangi mereka (ekstremis). Dalam bahasa mereka, itu mengungkap kebobrokan penguasa. Jadi, mengungkap kegagalan sistem yang ada," kata Ahnaf.
Baca juga: Mahasiswa diminta lakukan kontranarasi lawan radikalisme-terorisme
Baca juga: PB MA: Mathla'ul Anwar tidak ajarkan radikalisme dan ekstrimisme
Ahnaf mengungkapkan bahwa kelompok ekstrem itu sebetulnya sudah tidak besar lagi. Akan tetapi, mereka biasanya menemukan ruangnya dalam narasi yang dia sebut mentalitas korban.
"Mentalitas korban itu penting sebagai bukti kalau umat Islam dizalimi. Makanya, mereka bicara soal Rohingya, soal Uyghur, soal Palestina, dan konteks-konteks umat Islam yang lain. Jadi, kelompok ekstrem itu bisa atraktif, bisa jadi karena pengalaman, tetapi bisa juga karena narasi yang dia terima," kata Ahnaf.
Apabila penganut ekstremisme itu hidup di dalam lingkungan penuh diskriminasi, menurut Ahnaf, akan membuatnya makin mudah tertarik dengan gagasan ilusi negara Islam itu.
"Oleh karena itu, isu-isu yang bisa mengarah ke sana itu bisa menjadi faktor penting bagi mobilisasi mereka. Itu menurut saya yang ruangnya masih sangat luas di tengah masyarakat," kata Ahnaf.
Menurut dia, seharusnya pemerintah membangun kontranarasi yang dapat menunjukkan kepada penganut ekstremisme bahwa pandangannya salah soal Islam yang dijadikan korban.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020