Kabul (ANTARA News/AFP) - Seorang calon wakil yang kontroversial dari Presiden Hamid Karzai selamat tanpa cedera ketika konvoinya diserang tembakan dan roket di Afghanistan utara, Minggu, beberapa pekan menjelang pemilihan umum, kata sejumlah pejabat.
Puluhan kendaraan yang menyertai calon Wakil Presiden Mohammed Qasim Fahim sedang melewati provinsi Kunduz -- yang dilanda serangan-serangan terkait Taliban yang meningkat -- ketika sejumlah orang bersenjata menyerang konvoi tersebut.
Kantor pemilu Karzai menyebut serangan itu sebagai upaya pembunuhan dan mengatakan, kamerawan kampanye cedera ketika berondongan peluru menghantam konvoi kendaraan itu. Namun, pejabat-pejabat keamanan dan pemerintah mengatakan, tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut.
Serangan itu dilakukan menjelang pemilihan umum presiden Afghanistan yang baru kedua kali diadakan pada 20 Agustus. Karzai berharap terpilih lagi untuk masa jabatan kedua, di tengah kekhawatiran bahwa kekerasan yang berkobar akan mencegah masyarakat pergi ke tempat-tempat pemungutan suara.
"Mereka menembakkan dua granat roket dan senapan mesin. Saya tidak berpendapat roket-roket itu mencapai kendaraan tersebut," kata Gubernur Kunduz Mohammad Omar, dengan menambahkan bahwa penyerang melepaskan tembakan itu dari seberang sebuah sungai.
"Syukurlah, tidak ada yang terluka," katanya.
Sejumlah pejabat mengatakan, sekitar 50 kendaraan sedang bepergian dalam konvoi itu menuju provinsi berdekatan Takhar setelah kampanye di Kunduz.
"Beberapa orang menembakkan dua roket atau lebih dan memberondongkan senapan mesin. Tidak ada kendaraan yang terkena. Mereka melanjutkan perjalanan mereka ke Takhar," kata kepala kepolisian Kunduz, Abdul Razaq Yaqoubi, yang menambahkan bahwa ia tidak memperoleh laporan mengenai orang yang cedera.
Namun, Waheed Omar, jurubicara kampanye Karzai, menyebut penembakan itu sebagai serangan yang sengit dan usaha pembunuhan terhadap Fahim. "Seorang kamerawan kami terluka," katanya kepada AFP.
"Mungkin mereka Taliban, namun kami tidak bisa mengkonfirmasi hal itu," tambahnya.
Fahim adalah panglima militer Aliansi Utara yang bergabung dengan pasukan pimpinan AS yang menggulingkan rejim Taliban pada 2001, namun ia menjadi tokoh yang kontroversial dalam pemilu itu. Calon pendamping Karzai itu dituduh melakukan pembunuhan dan korupsi selama hampir tiga dasawarsa perang Afghanistan.
Karzai membela pilihannya itu bulan lalu dengan mengatakan, ia memilih Fahim untuk membantu menyatukan lagi Afghanistan, yang kini menghadapi pemberontakan Taliban yang meningkat.
Terdapat sekitar 90.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional akan bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.
Pemberontakan meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini, yang menambah kekhawatiran mengenai keamanan dalam pemilihan presiden Afghanistan yang kedua itu.
Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009