Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial menyebut tidak terjadi penurunan laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang masuk selama wabah COVID-19 secara drastis dibandingkan sebelum terjadi pandemi.
Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus dalam konferensi video, Selasa, mengatakan selama April 2020, pihaknya menerima sebanyak 83 laporan dugaan pelanggaran etik hakim.
Sementara sebelum wabah COVID-19, Komisi Yudisial disebutnya rata-rata menerima laporan dugaan pelanggaran etik hakim sekitar 120-150 dalam sebulan.
"Suasana pandemi ini ternyata tidak ada satu pun yang drastis, bahkan kemarin saja ada 16 laporan per hari pada Senin. Selama April ada 83 laporan, baik langsung, surat mau pun online," tutur dia.
Baca juga: Anggota KY buka seluk-beluk pengawasan hakim
Sementara selama Januari-April 2020, Komisi Yudisial telah menerima 781 laporan dari masyarakat dan diperkirakan terus bertambah dan lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.
Jaja menyebut laporan dari masyarakat dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuasi, misalnya pada 2018 sebanyak 1.756 laporan yang masuk, sementara pada 2019 turun hanya 1.540 laporan.
Ia menyoroti masih tingginya proyeksi laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim tersebut meskipun pihaknya telah melakukan tindakan-tindakan pencegahan, seperti advokasi, pelatihan, deteksi dini pendidikan peradilan.
"Artinya walaupun Komisi Yudisial melakukan tindakan pencegahan ternyata masih tinggi adanya dugaan pelanggaran etik," kata Jaja.
Diakuinya ketika terdapat masalah hukum acara seringkali muncul perbedaan pandangan antara Mahkamah Agung serta Komisi Yudisial terkait kemerdekaan hakim dalam menilai fakta hukum.
Baca juga: Anggota KY terpilih diharapkan lebih berani tegakkan kode etik hakim
Baca juga: Anggota KY selanjutnya diharapkan meningkatkan pengawasan hakim
Baca juga: Pansel: Pendaftaran seleksi calon anggota KY dibuka hingga 22 April
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020