Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya di Provinsi Jawa Timur menerapkan metode sarang tawon untuk mencegah penularan virus corona penyebab COVID-19 meluas.
"Kita melakukan metode sarang tawon. Jadi ketika di lokasi-lokasi ditemukan ada terpapar, maka di kampung itu kita lakukan rapid test secara massal," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto di Balai Kota Surabaya, Selasa.
Menurut dia, Pemerintah Kota Surabaya telah menggelar pemeriksaan massal menggunakan alat tes diagnostik cepat di wilayah perkampungan Manukan Kulon, Bratang Gede, Rungkut Lor, dan Kedung Baruk.
"Rapid test dilakukan di suatu wilayah itu berdasarkan kajian epidemiologi Dinkes," kata Eddy, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya.
Warga yang menurut hasil pemeriksaan menggunakan alat tes diagnostik cepat terindikasi tertular virus corona, ia melanjutkan, akan langsung diminta menjalani pemeriksaan lanjutan untuk memastikan apakah dia terserang COVID-19.
"Tapi (pemeriksaan) swab kan keputusannya menunggu empat sampai delapan hari. Nah, sambil menunggu hasil swab itu, arahan Ibu Wali Kota agar orang tersebut diisolasi di salah satu hotel," katanya.
Selanjutnya, menurut dia, pemerintah kota akan mengerahkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Kesehatan serta aparat kecamatan untuk memastikan orang-orang yang terindikasi terserang COVID-19 menjalani karantina di hotel guna meminimalkan risiko penularan.
"Nanti kalau hasil swab-nya negatif, maka mereka kita kembalikan ke rumahnya. Tapi kalau hasil swab positif, maka akan kita rawat di rumah sakit Surabaya. Jadi tujuan kita adalah untuk bisa menekan sejauh mungkin terjadinya penularan," katanya.
Ia menekankan pentingnya karantina mengingat tidak semua orang yang terserang COVID-19 mengalami gejala sakit dan berpotensi menularkan virus kepada orang lain.
"Supaya ini tidak menular kemana-mana, maka kami mohon khususnya bagi yang OTG (orang tanpa gejala) agar mengikuti kebijakan pemerintah untuk dilakukan isolasi," kata dia.
"Justru orang yang tanpa gejala, dia merasa sehat akhirnya bisa kemana-mana, bergaul dengan orang lain, akhirnya menularkan yang lain. Kalau orang itu terpapar positif maka medis juga pasti mengantisipasi dengan APD (alat pelindung diri)," ia menambahkan.
Baca juga:
Gugus Tugas COVID-19 Surabaya bersiasat untuk merayu OTG
Surabaya tambah kapasitas ruang rawat pasien COVID-19
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020