Luwuk, Sulteng (ANTARA News) - Intensitas musim hujan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, bergeser dari siklus 20 tahun, sehingga telah mengganggu aktivitas para petani, nelayan, serta kelompok masyarakat lain setempat yang usahanya bergantung dengan kondisi cuaca.
Pergeseran tersebut terjadi sejak 2005 dan pergeseran terjauh berlangsung pada tahun 2008 lalu.
Jasirin, kepala Stasiun Meteorologi Luwuk (ibukota Kabupaten Banggai), Kamis, menjelaskan puncak curah hujan di daerahnya selama 20 tahun sebelum tahun 2005, selalu terjadi antara bulan Maret hingga Mei.
Akan tetapi, setelah itu, puncak hujan terjadi hanya pada bulan Mei selama 24 hari dengan intensitas curahnya mencapai 188 milimeter.
Bahkan pergeseran ekstrim terjadi pada tahun 2008, di mana puncak hujan terjadi di bulan Juli selama 27 hari dengan besaran curah 466 milimeter, sehingga sempat menimbulkan banjir besar di mana-mana.
Jasirin memperkirakan, pergeseran puncak curah hujan tersebut akibat pengaruh dari pemanasan global yang mendorong terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu.
"Pergeseran siklus hujan itu sudah kami diperidiksi sebelumnya, menyusul tingginya tingkat curah hujan lokal di Kabupaten Banggai selama empat tahun terakhir dan merupakan fenomena terbaru," tuturnya.
Menurut dia, munculnya hujan lokal dengan intensitas tinggi juga banyak dipengaruhi oleh rusaknya kawasan hutan dan daerah hijau di perkotaan dalam jumlah besar, selain faktor tingginya polusi udara.
"Masalah-masalah tersebut yang kemudian mengakibatkan daya dukung lingkungan menjadi rendah, sehingga rentan memunculkan bencana banjir, tanah longsor, hingga angin kencang," katanya.
Yang pasti, katanya menambahkan, akibat dampak dari pemanasan global tersebut, telah mempengaruhi jadwal tanam petani, aktivitas nelayan, pelayaran kapal-motor, dan kegiatan penerbangan di daerahnya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009