Jakarta (ANTARA News) - Politisi muda Partai Golkar Yuddy Chrisnandi mengatakan, posisi partai berlambang pohon beringin itu pada pemerintahan mendatang, apakah oposisi atau berkoalisi dengan partai pemenang pemilu, sangat tergantung pada ketua umum terpilih.

"Golkar belum bisa memastikan apakah mengambil langkah oposisi atau berkoalisi. Karena kalau sekarang mengambil posisi sebagai oposan, maka itu tidak mungkin karena Golkar di bawah pimpinan Jusuf Kalla masih berada dalam pemerintah dengan empat menteri di kabinet," tuturnya, dalam diskusi oposisi dalam lima tahun mendatang, di Jakarta, Kamis.

Tetapi jika, Golkar mengambil posisi sebagai oposan setelah 20 Oktober mendatang juga tidak mungkin karena Golkar tidak lagi dipimpin oleh Jusuf Kalla, tetapi kandidat ketua umum terpilih lain yang kemungkinan dapat menetapkan posisi Golkar sebagai partai pendukung pemerintah.

"Kalau Golkar dipimpin Aburizal Bakrie yang didukung tokoh tua konservatif Golkar, sudah dipastikan Golkar akan berkoalisi, jika dipimpin oleh Surya Paloh maka konon Golkar akan oposisi, tetapi itu pun masih `konon`. Belum pasti," ujar Yuddy.

Jadi, lanjut dia, semua sangat tergantung pada siapa yang memimpin Golkar pada lima tahun mendatang. "Saya akui Golkar selama ini, selalu dekat dengan kekuasaan, dan tidak pernah mengambil oposan," katanya.

Namun, tambah Yuddy, rintisan untuk menjadi oposan telah dilakukan sejumlah kader-kader Golkar terutama pada 2004 hanya saja saat itu terjadi "perebutan kursi pimpinan Golkar" yang kembali mengarahkan Golkar kembali kepada `tradisi` sebagai partai pendukung pemerintah.

Sebenarnya tidak sulit untuk menetapkan posisi Golkar pada lima tahun terakhir, mengingat Golkar juga dibangun dari personel militer yang sangat kental dengan garis komando.

Jika garis komando berjalan efektif, maka apa pun keputusan pimpinan tentang posisi Golkar akan didukung dan dijalankan seluruh perwakilan daerah.

Ia memberi contoh, saat Golkar dipimpin Akbar Tandjung, yang mampu membawa Golkar kembali meraih kepercayaan rakyat dari perolehan suara 18 persen pada 1999, menjadi 22,4 persen pada 2004. "Ini karena kepemimpinan, hingga mesin partai benar-benar berjalan. Jadi, semua tergantung siapa yang memimpin," ungkap Yuddy.

Diungkapkannya, Partai Golkar sebelumnya telah menandatangani nota kerja sama dengan PDI-Perjuangan, Partai Gerindra dan Partai Hanura dalam pemilu legislatif dan Pilpres 2009. Namun, lanjut dia, itu belum bisa menjadi rujukan bahwa Golkar akan membangun koalisi besar sebagai oposan bersama ketiga partai tersebut.

"Kelemahan dalam nota kerja sama itu, tidak dirinci apa saja yang akan dilakukan masing-masing partai dalam koalisi besar itu dan bagaimana pasca-Pilpres 2009. Ini tentu menyurutkan rakyat dan simpatisan yang mengharapkan adanya koalisi antara PDI-Perjuangan dan Golkar sebagai oposan," tutur Yuddy.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009