"Fuel Surcharge pesawat sebaiknya dihapuskan karena kental dugaan adanya praktek kartel dan tidak termasuk dalam struktur tarif," kata Ketua KPPU Benny Pasaribu kepada pers di Jakarta, Kamis.
Menurut Benny, harga FS yang ditetapkan secara mandiri oleh maskapai, kecenderungannya terus naik dengan persentase kenaikan yang tidak sebanding dengan persentase kenaikan harga avtur.
"Meski sudah formula perhitungan dari pemerintah, tetapi praktiknya janggal karena ketika harga avtur turun, ternyata FS-nya masih saja diberlakukan dengan besaran cukup tinggi," katanya.
Padahal, tegasnya, aturan FS secara internasional umumnya besaran atau penurunannya haruslah sama dengan besaran kenaikan atau penurunan selisih harga biaya tambahan (surcharge) yang terjadi.
Jika demikan halnya, tegasnya, maka FS sebenarnya merupakan biaya tetap (fixed cost) dan bukan elemen yang bisa menjadi instrumen persaingan.
Berdasarkan fakta itu, kata Direktur Komunikasi KPPU A. Junaidi, FS ternyata memiliki fungsi lain yakni, selain untuk menutup biaya yang muncul akibat kenaikan avtur ternyata diduga juga untuk menutup biaya lain.
"Ada potensi dalam hal ini untuk meningkatkan pendapatan maskapai melalui eksploitasi konsumen," katanya.
Artinya, tambah Junaidi, FS justru diduga kuat bukan untuk peruntukannya.
Oleh karena itu, tambahnya, KPPU akan meneliti dan mendalami serta berpeluang untuk penegakan hukum bila terbukti terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009